BeritaPerbankan – Kepercayaan merupakan kunci dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan dan menjaga eksistensi industri perbankan di Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hadir menjamin dana simpanan nasabah perbankan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam menjaga keberlangsungan industri perbankan yang sehat.
LPS memegang peranan penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, termasuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Dengan menjamin simpanan nasabah, LPS diyakini dapat menjaga stabilitas keuangan secara efektif.
“Trust itu sangat penting di industri perbankan. Karena itulah, LPS hadir melengkapi sekaligus menjaga stabilitas keuangan di Indonesia,” ujar Herman Saheruddin, Direktur Group Riset LPS dalam seminar bisnis BPR: Transformasi dan Roadmap Pengembangan BPR/BPRS 2024-2027 dan Penganugerahan Top 100 BPR The Finance 2024 di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Jumat (21/6).
Menurut Herman, dalam dunia perbankan, kasus bank gagal atau tutup bisa menjadi isu yang dikhawatirkan karena dapat mempengaruhi kinerja dan kepercayaan terhadap bank lainnya. Meski demikian, jika dilihat dari perspektif bisnis, kegagalan bank merupakan bagian dari kompetisi bisnis.
“Ini hal yang biasa untuk penguatan industri. Industri kan pemainnya banyak, kalau kurang kuat, kalah bersaing sudah biasa. Tapi di industri keuangan, ada bank gagal, kemudian ada rumor segala macem, ini yang dikhawatirkan ganggu bank lain. Trust-nya jadi berkurang,” kata Herman.
Herman menegaskan bahwa penggunaan angka statistik terkait jumlah bank yang tutup perlu disikapi dengan bijak, tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Ditutupnya sejumlah bank sepanjang tahun 2024 tidak ada kaitannya dengan kondisi perekonomian nasional. LPS menegaskan bangkrutnya sejumlah BPR diakibatkan kesalahan dalam pengelolaan perusahaan dan adanya indikasi tindak pidana perbankan yang dilakukan oknum pengurus bank.
“Jika ada bank yang dicabut izin usahanya atau gagal, kita tidak perlu memblow up-nya, tujuannya agar tetap tercipta kompetisi (perbankan) yang baik,” ujarnya.
Untuk memberikan ketenangan kepada nasabah, LPS bergerak cepat menjamin simpanan nasabah bank yang mengalami masalah. Hingga saat ini, LPS telah menyelesaikan klaim penjamin simpanan nasabah dari 12 BPR dan BPRS yang ditutup. Herman mengimbau agar masyarakat tidak perlu membesar-besarkan isu bank gagal.
“Kalau ada bank gagal jadi nggak perlu terlalu panik, karena penjamin simpanan akan diambil LPS,” tegasnya.
Selain itu, LPS juga mendorong para pelaku BPR dan BPRS untuk turut berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, yang saat ini masih berada di angka sekitar 5 persen.
“Untuk mencapai pertumbuhan di atas 5 persen, kuncinya adalah ekonomi regional. Dalam ekonomi regional, peran BPR dan BPRS sangat penting. Jika industri BPR kuat, bukan tidak mungkin kita bisa mencapai pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen,” kata Herman.
Herman menambahkan bahwa selain memberikan jaminan simpanan nasabah, LPS memiliki peran yang lebih luas setelah diterbitkannya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Berdasarkan undang-undang ini, LPS memiliki wewenang untuk menangani bank yang berstatus Bank Dalam Penyehatan (BDR).
“Baru-baru ini, kami berhasil menyelamatkan sebuah BPR di Jawa Barat. Kami menyehatkan kembali bank tersebut dan mengembalikannya ke industri. Ini adalah kasus pertama yang terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Maret 2024, terdapat 1.392 BPR dan 174 BPRS. Total aset BPR dan BPRS tumbuh 7,34 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp216,73 triliun. Pada periode yang sama, penyaluran kredit meningkat 9,42 persen yoy menjadi Rp161,90 triliun, sementara penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 8,60 persen yoy menjadi Rp158,8 triliun.