BeritaPerbankan – Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa keputusan untuk mempertahankan tingkat bunga penjaminan didasarkan pada beberapa faktor. Salah satu alasan utamanya adalah adanya jeda waktu antara penurunan suku bunga acuan oleh BI dan dampaknya terhadap suku bunga simpanan di perbankan.
LPS mempertahankan tingkat bunga penjaminan di level 4,25% untuk simpanan rupiah di bank umum, 6,75% simpanan rupiah di BPR dan 2,25% berlaku untuk simpanan dalam valuta asing. Ini merupakan batas maksimal bunga simpanan yang dijamin oleh LPS dalam program penjaminan simpanan.
Terkait dengan dampak dari kebijakan tersebut, Purbaya mengatakan bahwa ada keterlambatan atau timelag dalam respons perbankan terhadap kebijakan BI. Ia menyebutkan bahwa biasanya dibutuhkan waktu sekitar empat bulan sebelum kebijakan penurunan suku bunga BI benar-benar dirasakan oleh perbankan. Hal ini membuat LPS enggan untuk segera menurunkan tingkat bunga penjaminan.
“Jika kami menurunkan tingkat bunga penjaminan sekarang, dampaknya baru akan terasa beberapa bulan ke depan,” ujarnya.
Lebih lanjut, LPS mempertimbangkan kondisi likuiditas perbankan saat ini yang masih memadai. Dengan tingkat suku bunga simpanan yang stabil, perbankan memiliki ruang lebih untuk mengelola likuiditas mereka tanpa tekanan tambahan. Purbaya juga menambahkan bahwa kebijakan LPS selalu mempertimbangkan analisis kuantitatif dan kualitatif serta bersifat forward looking, dengan mempertimbangkan faktor-faktor pasar dan tren suku bunga.
Meskipun LPS saat ini mempertahankan tingkat bunga penjaminan, Purbaya tidak menutup kemungkinan adanya penurunan di masa depan. Menurutnya, jika situasi ekonomi mengharuskan adanya dukungan tambahan, LPS dapat mempertimbangkan untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan lebih cepat. Kebijakan tersebut tentu akan didiskusikan secara internal sebelum diterapkan.
LPS memiliki dua pendekatan dalam menetapkan tingkat bunga penjaminan, yaitu pendekatan pasif dan aktif. Dalam pendekatan pasif, tingkat bunga penjaminan ditetapkan sedikit di atas suku bunga pasar. Sementara itu, dalam pendekatan aktif, LPS bisa mengambil inisiatif untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan lebih cepat, dengan harapan pasar akan mengikuti kebijakan tersebut.
Purbaya mencontohkan, selama pandemi COVID-19, LPS pernah secara agresif menurunkan tingkat bunga penjaminan hingga 50 basis poin (bps) untuk mendukung perekonomian.
“Kami turunkan dengan cepat agar bunga deposito di bank juga turun, sehingga lending rate tidak naik atau bahkan turun. Itu salah satu cara kami menjaga stabilitas ekonomi,” tambahnya.
LPS berkomitmen untuk terus memantau tren suku bunga perbankan dan perkembangan ekonomi global. Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, keputusan mempertahankan TBP diambil berdasarkan analisis mendalam terhadap kondisi likuiditas perbankan. Salah satu fokus utama LPS adalah memastikan bahwa sektor perbankan tetap likuid, sehingga mampu memberikan pinjaman kepada masyarakat dan dunia usaha secara efektif.
Meski Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan, dampaknya terhadap suku bunga perbankan tidak serta-merta langsung terasa. Perbankan memerlukan waktu untuk menyesuaikan suku bunga simpanan mereka, dan LPS memprediksi penyesuaian ini akan memakan waktu sekitar empat bulan. Oleh karena itu, LPS memilih untuk tidak terburu-buru menurunkan TBP, guna memastikan stabilitas likuiditas tetap terjaga.
Di tingkat global, kebijakan moneter yang dilakukan oleh Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat turut mempengaruhi kebijakan suku bunga di Indonesia. The Fed baru-baru ini memberikan sinyal bahwa mereka akan melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter, namun tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga acuan mereka. Gubernur The Fed, Jerome Powell, menegaskan bahwa keputusan terkait suku bunga akan diambil secara bertahap berdasarkan data ekonomi yang masuk.
Keputusan The Fed ini menciptakan tantangan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Meski Bank Indonesia telah mulai menurunkan suku bunga acuan, likuiditas global yang dipengaruhi oleh kebijakan The Fed tetap menjadi faktor penting dalam menentukan arah kebijakan ekonomi domestik. Dalam situasi ini, LPS terus berperan sebagai pelindung stabilitas keuangan dengan memastikan bahwa sistem perbankan Indonesia tetap kuat dan likuid di tengah fluktuasi ekonomi global.