BeritaPerbankan – Berdasarkan laporan terbaru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Agustus 2024, sebanyak 99,27% dari total rekening nasabah bank umum di Indonesia telah dijamin oleh LPS. Jumlah ini setara dengan 592,42 juta rekening, mencerminkan cakupan yang sangat luas dalam perlindungan simpanan perbankan.
Selain itu, di periode yang sama, cakupan penjaminan LPS untuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) tercatat mencapai 99,78% dari total rekening, atau setara dengan 15,81 juta rekening. Ini artinya lebih dari hampir seluruh rekening nasabah di perbankan nasional masuk dalam jaminan LPS saat bank mengalami kebangkrutan atau dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa tingkat cakupan jaminan simpanan yang ditetapkan LPS berada di level yang memadai, sesuai dengan amanat Undang-Undang. LPS saat ini menjamin setiap rekening simpanan nasabah perbankan di Indonesia hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Ini merupakan bagian dari upaya LPS dalam melindungi kepentingan nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
“Cakupan simpanan perbankan ini berada di atas ketentuan Undang-Undang LPS yang mengharuskan minimal 90% simpanan dijamin. Bahkan, jika dibandingkan dengan rata-rata negara anggota International Association of Deposit Insurers (IADI), yang cakupannya berkisar 80%, Indonesia berada di posisi yang sangat baik,” jelas Purbaya dalam konferensi pers di Jakarta, 1 Oktober 2024.
Purbaya mengatakan, dengan jaminan yang mencakup hampir seluruh simpanan perbankan, LPS mampu menciptakan ketenangan bagi para deposan, sehingga kepercayaan terhadap industri perbankan tetap terjaga, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global.
LPS juga terus memantau tren suku bunga simpanan (SBP) yang berlaku di perbankan nasional. Hingga saat ini, SBP terpantau mengalami kenaikan sebesar 17 basis poin (bps), sehingga mencapai 3,58%. Kenaikan ini terjadi sejak penetapan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) pada Mei 2024. Tren peningkatan suku bunga simpanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kondisi likuiditas yang ketat serta pertumbuhan ekspansi kredit yang cukup tinggi.
“Dalam beberapa bulan terakhir, kami melihat adanya peningkatan aktivitas perbankan dalam menyalurkan kredit, yang turut mendorong kenaikan suku bunga simpanan. Di sisi lain, dampak pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia belum sepenuhnya terasa di sektor perbankan, dan masih memerlukan waktu untuk diimplementasikan oleh bank-bank,” ujar Purbaya.
Merespons kondisi tersebut, LPS memutuskan untuk mempertahankan TBP simpanan dalam rupiah di bank umum dan BPR, serta simpanan dalam valuta asing di bank umum. Kebijakan ini diambil untuk memberikan kepastian bagi sektor perbankan dan nasabah, sambil tetap menjaga keseimbangan antara suku bunga dan likuiditas perbankan.
Dalam Rapat Dewan Komisioner LPS yang digelar pada Senin, 30 September 2024, LPS resmi mengumumkan tingat bunga penjaminan untuk periode 1 OKtober 2024 hingga 31 Januari 2025 tetap berada di level 4,25% untuk simpanan Rupiah di bank umum, sedangkan untuk simpanan dalam Rupiah di BPR tetap 6,75%. Sementara itu, untuk simpanan dalam valuta asing di bank umum, TBP ditetapkan pada 2,25%.
Purbaya mengimbau agar bank terus menjaga transparansi kepada nasabah terkait suku bunga penjaminan yang berlaku. Informasi ini, menurutnya, harus dapat diakses dengan mudah oleh nasabah, baik melalui media komunikasi bank maupun sarana informasi lainnya.
“Langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan deposan dan memperkuat perlindungan dana nasabah,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Purbaya menyoroti perkembangan ekonomi global yang masih penuh tantangan, meskipun menunjukkan beberapa tanda perbaikan. Di sepanjang 2024, ekonomi lintas negara telah mengalami pertumbuhan, namun dengan laju yang belum merata.
“Meskipun beberapa negara sudah mulai pulih, banyak risiko ketidakpastian masih membayangi, seperti penurunan aktivitas manufaktur global, konflik geopolitik, serta transisi pemerintahan di berbagai negara yang bisa mempengaruhi arah kebijakan ekonomi mereka,” kata Purbaya.
Dalam pengamatan LPS, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik, meskipun belum sepenuhnya pulih seperti sebelum pandemi Covid-19. Indikator ekonomi, seperti Indeks Ekspektasi Konsumen yang berada di level 112,4, menunjukkan optimisme pasar. Selain itu, tren penjualan riil juga tumbuh sebesar 5,8% secara tahunan (yoy) pada Agustus 2024.
Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD 2,9 miliar, yang turut mendukung stabilitas eksternal negara. Namun, Purbaya menekankan pentingnya mendorong ekspansi sektor korporasi agar bisa berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
“Aktivitas ekonomi lintas sektor perlu terus didorong untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, terutama melalui peningkatan daya beli rumah tangga,” tambahnya.
LPS juga mencatat adanya peningkatan kinerja di sektor perbankan, yang didorong oleh pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Per Agustus 2024, kredit perbankan tumbuh sebesar 11,40% secara tahunan, sementara DPK tumbuh 7,01% yoy. Sektor korporasi menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan ini, dengan pertumbuhan kredit dan DPK masing-masing sebesar 14,50% dan 15,14% yoy.
Kondisi permodalan perbankan Indonesia juga tetap kuat, dengan rasio permodalan (KPMM) industri berada di level 26,48% pada Agustus 2024. Likuiditas perbankan tetap terjaga, dengan rasio alat likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) mencapai 112,91% dan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) di level 25,37%.