BeritaPerbankan – Kinerja industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) terus menunjukkan tren positif. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga Desember 2023, sektor ini berhasil mempertahankan pertumbuhan fungsi intermediasi yang stabil, dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp153 triliun, meningkat 9,11% secara year-on-year (yoy). Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap produk deposito, yang menjadi kontributor utama terhadap peningkatan total DPK perbankan BPR.
Penyaluran kredit oleh BPR dan BPRS juga mengalami peningkatan yang signifikan, mencapai Rp158 triliun, tumbuh 9,79% yoy. Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh penyaluran kredit produktif, yang menunjukkan adanya kepercayaan pelaku usaha terhadap sektor ini sebagai motor penggerak perekonomian rakyat. Namun demikian, LPS mengingatkan bahwa meski kinerja intermediasi menunjukkan hasil yang baik, risiko kredit juga mengalami peningkatan, yang memerlukan perhatian khusus dari pelaku industri.
Ketahanan permodalan BPR dan BPRS menjadi salah satu pilar utama yang mendukung kinerja solid sektor ini. Pada Desember 2023, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPR tercatat mencapai 29,98%, sementara KPMM BPRS berada di angka 23,21%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki cadangan modal yang cukup untuk menghadapi potensi risiko yang mungkin timbul akibat peningkatan penyaluran kredit.
Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit menjadi penting untuk menjaga stabilitas sektor ini di tengah peningkatan risiko kredit. Salah satu langkah mitigasi risiko yang direkomendasikan adalah pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP), yang dapat menjadi solusi bagi bank dalam menghadapi potensi kredit macet.
Di awal tahun 2024, kinerja BPR dan BPRS tetap menunjukkan tren positif. Hingga Februari 2024, total aset, DPK, dan penyaluran kredit masing-masing tumbuh sebesar 7,25%, 8,36%, dan 10,16% secara yoy. Pertumbuhan ini mencerminkan optimisme pasar terhadap kinerja industri BPR dan BPRS di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Pada Februari 2024, pertumbuhan DPK pada BPR untuk produk tabungan dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 6,2% dan 8,7% yoy. Hal yang sama juga terjadi pada BPRS, di mana produk tabungan dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 11,6% dan 12,5% yoy. Menariknya, deposito masih menjadi primadona dengan kontribusi lebih dari 50% terhadap total DPK industri, mengindikasikan pentingnya produk ini dalam struktur permodalan BPR dan BPRS.
Meski menunjukkan kinerja positif, tantangan besar masih dihadapi oleh sejumlah BPR dan BPRS yang belum memenuhi ketentuan Modal Inti Minimum (MIM) sebesar Rp6 miliar, sebagaimana diatur dalam POJK No.5/POJK.03/2015 dan POJK No.66/POJK.03/2016. Pada Desember 2023, terdapat 385 BPR/BPRS yang belum memenuhi ketentuan ini, berkurang dari 430 BPR/BPRS pada Desember 2022.
Upaya pemenuhan MIM dilakukan melalui berbagai cara, baik secara organik melalui peningkatan laba dan penambahan modal disetor, maupun melalui konsolidasi antar bank. Konsolidasi ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan daya saing, terutama bagi BPR dan BPRS yang berada di wilayah-wilayah yang memiliki tantangan ekonomi yang lebih besar.
LPS memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas industri BPR dan BPRS, terutama dalam menghadapi tantangan yang muncul akibat dinamika ekonomi global. LPS, dengan program penjaminan simpanannya, memberikan jaminan kepada nasabah bahwa simpanan mereka aman, bahkan jika bank mengalami masalah likuiditas.
Program penjaminan simpanan ini juga menjadi instrumen penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan, khususnya di sektor BPR dan BPRS yang menjadi tumpuan bagi banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kepercayaan ini tercermin dari meningkatnya jumlah simpanan yang terjamin, yang turut mendukung stabilitas keuangan di sektor ini.
Melihat tren positif yang terus berlanjut, prospek industri BPR dan BPRS di tahun 2024 tampak cukup cerah. Namun, untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan ini, perbankan BPR/BPRS harus terus beradaptasi dengan perubahan kondisi ekonomi, baik domestik maupun global. Penguatan permodalan, penerapan manajemen risiko yang lebih baik, serta kepatuhan terhadap regulasi menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.