BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan kondisi terbaru sektor perbankan nasional yang relatif solid di tengah dinamika ekonomi yang terjadi. LPS mencatat likuiditas perbankan masih berada di level yang memadai, meskipun terdapat kesenjangan antara pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK). Pertumbuhan kredit didorong permintaan kredit dari sektor konsumsi rumah tangga dan korporasi.
Dalam laporan terbarunya, LPS menyatakan bahwa kinerja perbankan secara keseluruhan stabil. Hal ini didukung oleh rasio permodalan yang sehat dan tingkat likuiditas yang mencukupi. Kinerja intermediasi bank per Juli 2024 juga menunjukkan performa yang baik, dengan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 12,4% secara tahunan dan DPK tumbuh 7,72%.
LPS menegaskan bahwa gap antara pertumbuhan kredit dan DPK masih relatif aman terhadap kondisi likuiditas perbankan secara keseluruhan. Hal ini terlihat dari rasio loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 85,61%, menunjukkan kemampuan bank untuk tetap mendukung penyaluran kredit. Selain itu, rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) masing-masing berada di level 113,49% dan 25,56%, jauh di atas ambang batas yang ditetapkan, menunjukkan pengelolaan likuiditas yang efisien.
LPS mendorong perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit untuk meminimalisir risiko kredit macet. Selain itu, perbankan juga harus berinovasi dalam menyusun strategi penghimpunan DPK menghadapi tantangan dari persaingan produk keuangan non-perbankan yang terus berkembang, seperti instrumen investasi surat berharga negara (SBN) dan surat berharga bank Indonesia (SRBI) yang menawarkan tingkat imbal hasil lebih tinggi dibandingkan deposito perbankan.
Direktur Utama PT Bank Mega Tbk., Kostaman Thayib, mengungkapkan bahwa likuiditas perusahaannya tetap stabil meskipun ada tekanan dari sisi biaya dana (cost of fund) yang dipicu oleh persaingan suku bunga. Menurutnya, jika The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, maka diharapkan suku bunga acuan Bank Indonesia juga ikut turun, yang pada akhirnya akan meringankan beban biaya dana di perbankan nasional.
Kostaman mengatakan bahwa Bank Mega saat ini berfokus pada pertumbuhan dana ritel, khususnya pada current account saving account (CASA) yang diharapkan dapat menekan biaya dana dan meningkatkan efisiensi operasional.
Kostaman juga menyoroti kredit yang melibatkan beberapa bank untuk membiayai proyek besar, yang menjadi salah satu fokus utama dalam ekspansi kredit Bank Mega. Proyeksi pertumbuhan kredit hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 5%, sejalan dengan target pertumbuhan DPK.
Tekanan terhadap biaya dana juga dirasakan oleh bank-bank BUMN, seperti yang diungkapkan Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI), Novita Widya Anggraini. Menurutnya, pada semester pertama 2024, BNI sempat merasakan lonjakan biaya dana, yang mencapai 2,8%, naik 79 basis poin dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, sejak Juni dan Juli 2024, kondisi likuiditas mulai membaik, dan proporsi DPK yang lebih terfokus pada transaksi telah membantu menstabilkan biaya dana.
Di tengah berbagai tekanan eksternal, seperti ketidakpastian suku bunga global, perbankan nasional tetap optimis menghadapi tantangan ini. Pengelolaan likuiditas dan upaya untuk menjaga keseimbangan antara dana masuk (DPK) dan dana keluar (kredit) menjadi prioritas utama. Novita menyebutkan bahwa dengan pertumbuhan kredit yang diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun, margin bunga bersih (NIM) BNI pada semester kedua 2024 diproyeksikan akan lebih baik dibandingkan dengan semester sebelumnya.
Pertumbuhan NIM ini diharapkan berasal dari dua faktor utama yaitu peningkatan volume kredit dan kontrol yang lebih baik terhadap biaya dana. Dengan demikian, meskipun terdapat tantangan dari sisi persaingan produk dan biaya dana yang terus meningkat, bank-bank di Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.