BeritaPerbankan – Program Penjaminan Polis (PPP) dipastikan akan mulai efektif berlaku pada awal tahun 2028. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan masih ada cukup waktu bagi perusahaan asuransi untuk mempersiapkan diri dengan memenuhi syarat dan ketentuan dalam kepesertaan PPP.
Purbaya mengungkapkan bahwa perusahaan asuransi berpotensi menghadapi tantangan operasional jika tidak masuk dalam Program Penjaminan Polis. Dia menekankan urgensi kesiapan perusahaan asuransi untuk mematuhi ketentuan Program Penjaminan Polis yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Jadi ini, PPP ini program yang baik. Tapi kalau saya melihatnya, kalau ada perusahaan asuransi yang tidak bisa masuk program PPP nanti, maka perusahaan asuransi tersebut akan susah hidup (beroperasi),” kata Purbaya.
Jika program ini mulai berjalan, masyarakat akan cenderung memilih perusahaan asuransi yang menjadi peserta program penjaminan polis karena terkait dengan jaminan keamanan polis asuransi nasabah. Perusahaan asuransi yang tidak ikut dalam PPP dinilai akan sulit bertahan. Oleh karena itu, LPS mendorong perusahaan asuransi untuk segera memperbaiki tata kelola perusahaan, kesehatan keuangan dan manajamen risiko, sebelum PPP mulai berlaku pada tahun 2028 mendatang.
Purbaya mengatakan bahwa terkait dengan standar kriteria perusahaan yang dapat bergabung dalam PPP akan dirumuskan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia memastikan hanya perusahaan asuransi yang sehat yang bisa menjadi peserta PPP, untuk meminimalisir jatuhnya perusahaan asuransi di awal pemberlakuan program ini.
“Jadi ada waktu sekarang sampai dengan 2028 untuk mempersiapkan betul perusahaan-perusahaan asuransi yang dikendalikan oleh masing-masing manajemen asuransi. Jadi waktunya cukup diberikan untuk menyesuaikan diri. Ini waktu yang baik untuk memperbaiki manajemen asuransi,” ujarnya.
Purbaya menyadari bahwa Program Penjaminan Polis bukanlah tugas yang mudah, mengingat kompleksitas yang lebih tinggi dalam industri asuransi dibandingkan dengan industri perbankan. LPS dan OJK akan terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa Program Penjaminan Polis dapat dilaksanakan secara efektif dan memberikan perlindungan maksimal bagi para pemegang polis.
“Ini adalah program yang tidak mudah dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, karena industri asuransi tidak sestrukturur industri perbankan,” jelas Purbaya.
Di sisi lain, LPS juga terus berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyelesaikan draft Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Program Penjaminan Polis (PPP).
LPS telah merancang draft regulasi pelaksanaan sesuai dengan UU P2SK, yang mencakup berbagai aspek seperti persyaratan untuk iuran awal dan berkala dalam Program Penjaminan Polis (PPP), serta regulasi terkait sektor usaha tertentu yang menjadi obyek penjaminan.
Selain itu, draft regulasi ini juga mencakup ketentuan mengenai kriteria persyaratan dan prosedur likuidasi perusahaan asuransi. Implementasi regulasi ini dijadwalkan selesai dalam dua tahun sejak pengesahan UU P2SK atau paling lambat 12 Januari 2025.
“LPS terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam rangka menyusun dan menyelesaikan RPP Program Penjaminan Polis yang diamanatkan oleh UU P2SK. Yang pasti ketika pelaksanaan PPP sudah mulai kita sudah siap,” kata Purbaya.