Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memprediksi akan ada 6 hingga 7 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) mengajukan kebangkrutan pada tahun ini. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers akhir bulan Mei lalu.
Purbaya menyampaikan berdasarkan data yang dihimpun LPS, setiap tahunnya terdapat setidaknya 6 BPR yang ditutup atau bangkrut, bahkan sudah terjadi sejak sebelum pandemi covid-19.
Purbaya mengatakan penyebab bangkrutnya sejumlah BPR itu bukan semata-mata soal kondisi perekonomian, namun karena pengelolaan bank yang buruk.
“BPR yang bangkrut rata-rata setiap tahun, dan bukan tahun ini aja, sebelum-sebelum krisis Covid juga rata-rata itu kalau kita lihat 6 BPR jatuh setiap tahun,” kata Purbaya.
Prediksi LPS tersebut diperkuat dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat adanya jumlah penurunan secara konsisten jumlah BPR sejak tahun 2019. Pada tahun 2019 terdapat 1.546 bank dan tersisa 1.506 bank di tahun 2020.
Lalu pada tahun 2021 tren penurunan masih terjadi hingga tersisa 1.468 bank. Pada tahun 2022 OJK melaporkan jumlah BPR turun 27 bank menjadi 1.441 bank. Dengan demikian sejak empat tahun terakhir ini jumlah BPR turun sebanyak 105 unit atau setara dengan 7 persen penurunan.
Dilihat dari jumlah aset, BPR yang paling banyak berkurang adalah yang memiliki aset kurang dari Rp 10 miliar. Jumlah BPR dengan aset kurang dari Rp 1 miliar pada tahun 2022 tercatat menurun sebanyak 70,8 persen dibandingkan tahun 2019.
Sementara itu pada periode yang sama, BPR dengan kepemilikan aset Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar turun sebanyak 54,5 persen. BPR dengan aset Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar tercatat mengalami penurunan hingga 41,8 persen.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah, menyatakan bahwa mereka tidak memiliki data yang disampaikan oleh LPS. Namun, ia menjelaskan bahwa asosiasi BPR selalu bekerja sama dengan LPS untuk memperkuat daya saing industri perbankan.
Tedy mengatakan adapun penurunan jumlah BPR setiap tahunnya didorong oleh merger dan konsolidasi yang dilakukan oleh BPR tersebut.
“Terlalu berlebihan rasanya bila ada BPR yang akan gulung tikar, karena sepengetahuan kami, sejauh ini BPR sedang terus berupaya untuk meningkatkan permodalannya dan bila hari jumlahnya menurun, lebih karena adanya merger dan konsolidasi yang dilakukan oleh BPR tersebut,” ujarnya.
Tedy menambahkan saat ini Perbarindo terus fokus memperbaiki tata kelola bisnis BPR, meningkatkan layanan dan produk yang beragam dan berbasis teknologi untuk meningkatkan daya saing BPR di industri perbankan.
“Kami terus memperkuat fondasi industri ini dengan meningkatkan tata kelola, manajemen risiko, dan pengembangan sumber daya manusia secara berkesinambungan,” kata Tedy, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama BPR Danagung Bakti.