Berita Perbankan – Berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 (UUP2SK), untuk melindungi nasabah asuransi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditugaskan sebagai Lembaga Penjamin Polis yang akan menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP) mulai tahun 2028 atau lima tahun sejak UU P2SK disahkan.
Dimas Yuliharto, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menyatakan bahwa skema penjaminan polis asuransi telah umum diterapkan di negara-negara maju. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan Program Penjaminan Polis di Indonesia saat ini. Keberadaan penjaminan dari LPP diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian Indonesia.
“Sudah umum (penjaminan polis), di Kanada ada, Korea ada, walupun kalau di negara-negara ada yang dijadikan satu, ada yang dipisahin. Kalau di Jepang dipisahin, Kanada jadi satu, Amerika di bedain. Jadi sudah umum, cuman praktiknya dipisahin,” ujar Dimas.
Direktur Utama IFG Hexana Tri Sasongko mengatakan implementasi program penjaminan polis dinilai mampu mendorong minat masyarakat memiliki polis asuransi, seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi sebab LPS hadir menjamin dana nasabah asuransi saat perusahaan mengalami gagal bayar. Skema penjaminan polis juga bertujuan untuk memberikan proteksi tambahan bagi konsumen di sektor asuransi.
“Kalau nanti ada penjamin polis, perusahaan asuransi juga bisa menjadi member dari Lembaga Penjamin Polis sehingga ada tambahan proteksi untuk nasabah,” kata Hexana.
Hexana mengatakan untuk meningkatkan penetrasi asuransi di tengah masyarakat membutuhkan upaya yang lebih kuat. Hal ini berbeda dengan perbankan yang sudah mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat, sehingga ekosistem asuransi memerlukan kerjasama dari berbagai pihak terkait agar dapat meningkatkan tingkat kepemilikan polis asuransi.
Sejumlah upaya yang dapat dilakukan diantaranya penguatan market conduct di industri asuransi. Selanjutnya, peningkatan transparansi, proses klaim, dan penanganan keluhan. Lalu langkah ketiga optimalisasi peran agen dan broker, termasuk pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap perlindungan asuransi. Langkah keempat adalah meningkatkan integritas dan kapasitas manajemen melalui implementasi fit and proper test.
“Asuransi sekarang masih push produk, yang artinya produk yang dijual, bukan produk yang dibeli. Sedangkan di negara maju asuransi itu kebutuhan. Nah misi kami di IFG adalah bagaimana menciptakan ekosistem itu, membuat sosialisasi bagaiman asuranasi sebenarnya sesuatu yang dibutuhkan masyarakat,” jelas Hexana.
Lembaga Penjamin Polis (LPP) dalam Program Penjaminan Polis memiliki tujuan utama untuk melindungi pemegang polis dalam situasi di mana perusahaan asuransi harus ditutup secara mendadak.
LPS saat ini telah menunjuk Jarot Marhaendro sebagai Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi, yang bertanggung jawab mengelola program penjaminan polis asuransi. Sebelum diimplementasikan, struktur baru ini akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyusun rancangan peraturan pelaksanaannya.
Selain itu, LPS juga sedang mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program ini. LPS telah mengirimkan perwakilannya ke berbagai negara seperti Kanada, Jepang dan Amerika Serikat yang telah berpengalaman menjalankan penjaminan polis asuransi. LPS memastikan seluruh rangkaian persiapan program penjaminan polis akan selesai pada tahun 2027 dan siap diimplementasikan pada 12 Januari 2028 mendatang.