BeritaPerbankan – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat berkontribusi pada tingginya angka ketimpangan ekonomi atau rasio gini.
LPS berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi pentingnya literasi keuangan dimiliki oleh setiap orang. Literasi keuangan bagi generasi muda menjadi salah satu program utama LPS.
Purbaya meyakini semakin tinggi tingkat literasi keuangan masyarakat maka ketimpangan ekonomi mampu ditekan. Sebaliknya jika masyarakat tidak melek literasi keuangan maka potensi meningkatnya rasio gini sangat besar.
Hal itu disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang pengelolaan keuangan. Seseorang yang tidak memiliki literasi keuangan yang baik akan cenderung bersikap boros, tidak bijak dalam mengelola keuangan. Uang habis digunakan untuk kebutuhan konsumtif yang sebetulnya tidak terlalu penting.
Alhasil sulit bagi mereka untuk menabung, memiliki asuransi kesehatan, dana darurat dan modal investasi sehingga tidak mudah bagi masyarakat yang minim pengetahuan keuangan untuk meningkatkan taraf hidup mereka di masa depan.
“Semakin tinggi literasi, semakin rendah rasio gini. Semakin rendah literasi, semakin tinggi rasio gininya,” kata Purbaya dalam seminar Merdeka Finansial di Era Digital yang digelar secara hibrida, Kamis (18/8/2022).
Menurut Purbaya, memberikan literasi keuangan kepada generasi mudah harus dilakukan dengan pendekatan berbasis digital yang memang erat dengan kehidupan anak-anak muda sehari-hari.
Oleh karena itu Purbaya mengajak seluruh pihak untuk ikut berperan dalam meningkatkan pengetahuan keuangan generasi muda melalui media sosial.
Salah satu upaya yang dilakukan LPS yaitu dengan menyelenggarakan kompetisi video kreatif bertajuk ‘LPS CreaVid Competition’ yang digelar sejak 8 Agustus hingga 28 Agustus 2022.
Purbaya menambahkan upaya memberikan pemahaman keuangan kepada anak muda perlu dilakukan secara konsisten, terus menerus.
“Ini tidak gampang, tapi harus terus menerus dilakukan. Literasi keuangan anak muda perlu ditingkatkan.” ujar Purbaya.
Purbaya mengamati adanya kecenderungan anak muda menjadikan media sosial sebagai referensi utama dalam mencari informasi tentang keuangan dan investasi. Maka tidak heran apa yang mereka dapatkan dari media sosial menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan langkah pengelolaan keuangan, salah satunya investasi.
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia menunjukan peningkatan jumlah investor pasar modal per Juli 2022 menjadi 9,3 juta investor dengan porsi investor muda di bawah usia 30 tahun sebanyak 59,4 persen.
Di sisi lain karakteristik anak muda yang berapi-api ingin meraup untung besar dari investasi dalam waktu yang cepat, namun tidak diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang investasi dan produk investasi yang dipilih.
Hal itu dapat dilihat dari kegemaran investor muda berinvestasi pada produk-produk berisiko tinggi karena diharapkan dapat menghasilkan return yang tinggi pula. Padahal ada risiko tinggi yang juga perlu diantisipasi agar tidak berujung rugi.