BeritaPerbankan – Fenomena penurunan jumlah simpanan masyarakat di bank, atau yang dikenal dengan istilah “makan tabungan” (mantab), tengah menjadi perhatian di seluruh Indonesia, terutama di kalangan kelas menengah. Namun, kondisi ini berbeda di Bali, di mana jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) khususnya tabungan, justru menunjukkan pertumbuhan sebesar 16,19 persen (year-to-date), naik sebanyak 12,63 persen dari tahun sebelumnya.
Bambang S. Hidayat, Kepala Kantor Perwakilan LPS II, menyampaikan bahwa simpanan masyarakat Bali di perbankan secara nominal mencapai Rp171,64 triliun dengan pertumbuhan sebesar 17 persen. Bali kini menempati urutan ketujuh tertinggi secara nasional dalam total simpanan, dengan rata-rata nominal simpanan menempati posisi ketiga terbesar setelah Jakarta dan Riau, yakni sebesar Rp19,8 juta.
Data LPS per Agustus 2024 menunjukkan bahwa simpanan masyarakat Bali di bank umum tumbuh 8,08 persen (yoy), sementara jumlah rekening di Provinsi Bali mencapai 8,66 juta, tumbuh 8,3 persen, yang menempatkan Bali di peringkat ke-17 secara nasional. Menurut Bambang, perkembangan simpanan di Provinsi Bali terus menunjukkan tren pertumbuhan yang stabil dan bahkan lebih baik dibandingkan rata-rata nasional.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bali, Kristrianti Puji Rahayu, menyatakan bahwa secara nasional, pertumbuhan DPK melambat disebabkan oleh penurunan penghasilan dan keterbatasan dana untuk ditabung. Ia menambahkan bahwa penghimpunan DPK di Bali didominasi oleh tabungan yang menyumbang 53,62 persen dari total DPK, disusul giro sebesar 29,30 persen, dan deposito sebesar 17,8 persen.
“Dari sudut pandang perbankan, peningkatan tabungan ini menguntungkan karena biaya dana yang lebih rendah. Namun, secara makroekonomi, jika terjadi pergeseran dari deposito ke tabungan, hal ini perlu dicermati,” ungkap Kristrianti.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peralihan preferensi masyarakat dari deposito ke tabungan dipengaruhi oleh faktor likuiditas, yang mana deposito umumnya kurang likuid dibandingkan tabungan yang lebih mudah dicairkan. Hal ini juga turut mempermudah masyarakat dalam memanfaatkan dana simpanan mereka untuk diinvestasikan.
“Bisa jadi masyarakat memilih menyimpan di tabungan agar lebih mudah diinvestasikan ke instrumen lain seperti reksa dana atau Surat Berharga Negara (SBN),” tambahnya.
Di sisi lain, Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali, I Nyoman Sudharma, mengungkapkan bahwa pertumbuhan tabungan di Bank BPD mencapai 17 persen (year-on-year) dengan total DPK tumbuh sebesar 14 persen. Ia mengaitkan pertumbuhan ini dengan pengalaman masyarakat Bali selama pandemi Covid-19 yang mendorong kebutuhan akan dana likuid untuk situasi darurat.
“Masyarakat Bali memiliki tradisi untuk menyimpan dana likuid yang dapat digunakan sewaktu-waktu, baik untuk upacara keagamaan maupun kebutuhan mendesak lainnya,” ujarnya.
Sudharma juga menyebutkan bahwa literasi dan inklusi keuangan yang terus ditingkatkan oleh perbankan dan OJK telah mendorong budaya menabung di kalangan masyarakat Bali. Dengan dominasi DPK berupa tabungan, rasio dana murah atau CASA (Current Account Savings Account) Bank BPD mencapai 69 persen.
Keberhasilan tersebut turut berdampak pada laba BPD Bali yang meningkat di atas 20 persen hingga September 2024, mencapai Rp770 miliar, melebihi pencapaian laba tahun 2023.
“Kami optimis dapat mempertahankan pertumbuhan laba hingga akhir tahun pada angka 20 persen,” tambahnya.
Sejumlah indikator positif tersebut menunjukkan ketahanan ekonomi yang baik di Bali, yang didorong oleh budaya menabung serta pemahaman keuangan yang meningkat. Bagi perbankan, hal ini membawa keuntungan jangka panjang melalui peningkatan dana murah, yang turut mendukung stabilitas perbankan di wilayah tersebut.