Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memperkuat perannya dalam memajukan literasi keuangan di Indonesia melalui langkah-langkah inovatif. LPS tidak hanya menjadi penjamin keamanan finansial, tetapi juga menjadi pionir dalam meningkatkan pemahaman finansial masyarakat.
Pentingnya pemahaman keuangan menjadi kunci utama dalam menggerakkan sektor keuangan, terutama di bidang perbankan. Literasi keuangan bukan hanya menjadi perisai untuk melindungi masyarakat dari upaya penipuan, tetapi juga menjadi fondasi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk mencapai tujuan tersebut mendorong peningkatan indeks literasi keuangan masyarakat agar mencapai keseimbangan dengan indeks inklusi keuangan, yang mana saat ini masih terdapat gap yang cukup lebar.
Menurut hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, indeks literasi keuangan Indonesia terus mengalami penguatan sejak tahun 2013. Data tersebut menggambarkan peningkatan literasi keuangan lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu 9 tahun.
Literasi keuangan mencatatkan pertumbuhan yang mengesankan, naik dari 21,84% pada tahun 2013 menjadi 49,68% pada tahun 2022. Peningkatan yang signifikan juga terlihat dalam rentang tiga tahun terakhir, menunjukkan lonjakan terbesar dibandingkan dengan tahun 2019, yakni sebesar 38,03%.
Data Bank Dunia tahun 2021 menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam indeks inklusi keuangan di antara negara-negara anggota ASEAN.
Indeks inklusi keuangan menunjukkan tingkat terendah sebesar 33%, sedangkan level tertinggi berada dalam kisaran 90%. Secara keseluruhan, rata-rata indeks inklusi keuangan di kawasan ASEAN mencapai 41%.
Jika merujuk pada informasi dari The Global Financial Index, Kamboja dan Laos mencatatkan indeks inklusi keuangan terendah, masing-masing sebesar 33,39% dan 37,32%. Di sisi lain, Filipina mencapai tingkat inklusi keuangan sebesar 51,37%.
Sementara itu, Malaysia, Singapura, dan Thailand mencatatkan indeks inklusi keuangan yang tertinggi di kawasan ASEAN. Malaysia mencapai 88,37%, Singapura 97,55%, dan Thailand 95,58%.
Di sisi lain, indeks inklusi keuangan Indonesia, sebagaimana tergambar dalam data Global Financial Index 2021, mencapai 51,76%. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di atas rata-rata ASEAN, meskipun masih tertinggal cukup jauh jika dibandingkan dengan beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
LPS terus mengokohkan literasi keuangan di tengah-tengah masyarakat, menjadikannya sebagai pilar utama untuk menghadapi dinamika masa depan. Semua ini dilakukan demi mewujudkan visi LPS, yaitu menciptakan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi, memungkinkan mereka memanfaatkan produk dan layanan keuangan dengan bijak dan optimal.
Lana Soelistianingsih, Kepala Eksekutif LPS, menyoroti pentingnya peningkatan digitalisasi di sektor keuangan dan perbankan. Menurutnya, upaya meningkatkan inklusi pasar keuangan harus diiringi dengan peningkatan literasi, untuk memastikan kualitas inklusivitas pasar keuangan.
Dia juga memberikan himbauan kepada generasi muda untuk tetap waspada terhadap investasi ilegal. Investor harus memastikan produk investasi dan pengelola investasi telah terdaftar dan tidak tergiur dengan tawaran imbal hasil investasi yang tidak masuk akal, yaitu keuntungan tinggi dalam waktu cepat.
“Cara terbaik untuk menilai kualitas investasi adalah dengan memeriksa 2L, yaitu Legal dan Logis. Legal mengacu pada izin dari regulator, sedangkan Logis berkaitan dengan rasionalitas return yang dijanjikan,” jelasnya.
Selain itu, data juga mengindikasikan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia mengalami pemerataan antara perkotaan dan perdesaan. Literasi keuangan masyarakat perkotaan mencapai 50,52%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan yang mencapai 48,43%.