Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan akan segera melaksanakan lelang aset milik debitur Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Tripanca Bandar Lampung. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Bandar Lampung secara resmi telah menetapkan jadwal awal untuk mengadakan lelang 35 harta milik debitur Bank BPR Tripanca atas permintaan LPS.
Muhammad Yusron, Direktur Grup Manajemen Aset Bank LPS, secara langsung mengumumkan informasi tersebut dalam acara Investor Gathering di Hotel Novotel pada hari Kamis, tanggal 12 Oktober 2023. Gathering tersebut dihadiri oleh para investor, nasabah dari Bank BRI dan Bank Mandiri, serta pelaku bisnis properti dan calon investor lainnya.
“Ya, hari ini LPS mengadakan Investor Gathering di Kota Bandar Lampung dalam rangka melakukan pemasaran anggunan yang akan dilelang melalui KPKNL Bandar Lampung,” kata Yusron.
Yusron mengatakan LPS bersama KPKNL Bandar Lampung telah menentukan tanggal pelaksanaan lelang aset debitur BPR Tripanca pada 8 November 2023 mulai pukul 08.00 WIB. Pelelangan akan dilaksanakan secara online melalui platform KPKNL.
“Untuk saat ini persiapan lelang, kami sudah melakukan pendaftaran dan sudah diverifikasi juga oleh KPKNL Bandar Lampung, dan KPKNL Bandar Lampung telah menetapkan jadwal lelang nya,” ucapnya.
Sebagaimana telah diinformasikan sebelumnya, pada Jumat tanggal 18 Agustus 2023, LPS melakukan inspeksi aset-aset yang dimiliki oleh Debitur BPR Tripanca Setiadana di beberapa lokasi di wilayah Bandar Lampung, Pesawaran, dan Kabupaten Tanggamus.
“Kedatangan kami ke Lampung merupakan bagian dari tanggung jawab kami di dalam Grup Pengelolaan Aset Bank LPS. Salah satu aspek penting adalah menjaga aset-aset yang menjadi jaminan kami, sehingga setidaknya kami memiliki pemahaman tentang keadaan aset agunan kami di Lampung,” ungkap Jimmy Ardianto, Kepala Divisi Pengelolaan Aset Bank I LPS.
Jimmy menjelaskan, sebelum dilaksanakan lelang, LPS telah meninjau kondisi aset agunan yang akan dilelang pada November mendatang. LPS memastikan seluruh aset yang dilelang dalam keadaan baik, dengan begitu tidak akan ada masalah di kemudian hari setelah pelelangan berlangsung.
“Kita survei di semua aset kita, bahwa masih dalam kondisi baik dan sesuai, plang masih terpasang, yang pasti dalam keadaan baik. Karena tujuannya pengecekan ini adalah untuk memastikan tak ada masalah dalam pelelangan nanti, itu tujuan kami,” jelasnya.
Di sisi lain, LPS juga telah melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak yang menempati lahan atau bangunan aset debitur yang akan dilelang bahwa properti tersebut berada di bawah kuasa LPS dan masuk dalam daftar aset agunan yang akan dilelang.
“Supaya mereka paham karena memang tanahnya sudah dikuasai LPS. Kalau misalnya laku saat lelang dimohon pengertiannya untuk meninggalkan tanah ini. Setelah kami sosialisasi mereka sudah paham dan mengerti,” paparnya.
Jimmy menjelaskan bahwa aset yang sedang diperiksa adalah milik pihak yang memiliki utang macet kepada BPR Tripanca. Hasil pelelangan akan digunakan untuk mengembalikan dana LPS yang telah dibayarkan kepada nasabah.
“Jadi kita sudah bayar ke nasabah untuk simpanan nya, dan untuk recovery nya kita menjual aset-aset agunan milik debitur-debitur yang macet tadi. Di Lampung ada 35 yang akan kita lelang,” tambahnya.
Jimmy mengungkapkan bahwa 35 harta yang diperiksa bukan merupakan harta Alay. Ini adalah harta yang dijadikan jaminan oleh debitur Bank Tripanca yang tidak dapat membayar utangnya dan sudah bisa dipastikan akan dilelang.
Salah satu harta yang akan dilelang adalah empat bidang lahan dengan sertifikat hak milik (SHM) yang terletak di Kecamatan Punduh Pidada, Pahawang. Luas masing-masing dari keempat lahan tersebut adalah 19.840 meter persegi (M²), dan jika dijumlahkan, total luas keseluruhannya adalah 79.360 M² dengan batas penawaran dalam Rupiah berkisar antara Rp8,9 miliar hingga Rp16,1 miliar.
Seperti diketahui bahwa BPR Tripanca Setiadana, Lampung, telah kehilangan izin usahanya pada tanggal 24 Maret 2009 karena terlibat dalam tindak pidana perbankan dan memberikan kredit fiktif dari tahun 2004 hingga 2008, senilai Rp735 miliar yang melibatkan 177 debitur.