BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan komitmennya dalam menyediakan dana cadangan sebesar Rp 1,2 triliun untuk mengamankan klaim jaminan simpanan nasabah pada tahun 2024. Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono, menyoroti upaya LPS dalam menghadapi dinamika ekonomi dengan memberikan perlindungan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi para nasabah, melalui program penjaminan simpanan.
Hingga April 2024, LPS tercatat telah menyalurkan dana sekitar Rp 300 miliar sebagai klaim penjaminan simpanan nasabah dari Badan Perekonomian Rakyat (BPR) yang mengalami likuidasi. Didik menegaskan bahwa meskipun telah mengeluarkan dana sejumlah tersebut, LPS masih memiliki kekayaan aset yang signifikan, yakni sekitar Rp 224,66 triliun per Maret 2024. Hal ini mencerminkan komitmen LPS dalam memastikan ketersediaan dana cadangan yang memadai untuk membiayai pencairan klaim nasabah.
“Kalau sekiranya kurang, LPS masih punya aset yang besar, per Maret sekitar Rp 224,66 triliun,” kata Didik di Jakarta.
Penutupan BPR Bukan Indikator Ekonomi Memburuk
Selama periode Januari hingga Mei 2024, LPS mencatat sebanyak 12 BPR telah kehilangan izin operasionalnya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meskipun demikian, Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan bahwa penutupan BPR tersebut tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang memburuk.
Purbaya menjelaskan bahwa penutupan BPR lebih disebabkan oleh lemahnya kinerja manajemen serta tindakan pidana perbankan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Dia menambahkan, hal ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap operasional dan manajemen BPR guna mencegah potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sektor perbankan.
“5 bulan terakhir ini ada 12 BPR yang tutup, hal tersebut lebih banyak dari kelemahan manajemen atau adanya tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh para pengurus BPR,” jelasnya.
Pemantauan Kesehatan BPR Secara Berkala
Purbaya mengatakan bahwa LPS akn terus memantau kondisi semua BPR yang masih beroperasi di Indonesia. Menurutnya, saat ini kondisi industri perbankan BPR masih relatif sehat. Namun demikian, LPS menegaskan siap untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan apabila OJK menyerahkan BPR yang bermasalah kepada LPS.
Saat ini, total ada 1562 BPR/BPRS yang masih beroperasi di seluruh Indonesia, mengindikasikan bahwa masih banyak BPR sehat yang memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat.
Keberadaan BPR dengan inovasi produk yang menarik merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Didik mengatakan bahwa proses rekonsiliasi dan verifikasi dalam penanganan bank yang bangkrut cenderung berlangsung lebih cepat. Pada tahun ini, saat OJK mencabut izin usaha BPR, LPS rata-rata dapat menyelesaikan pembayaran hingga 80% dari total klaim simpanan nasabah, hanya dalam waktu 5 hari kerja.
Dari total 12 bank yang ditutup sepanjang tahun 2024, LPS telah menyelesaikan proses rekonsiliasi dan verifikasi untuk lima bank secara penuh. Bank-bank tersebut adalah Koperasi BPR Wijaya Kusuma, PT BPR EDCCASH Tangerang, PT BPR Aceh Utara, PT BPR Sembilan Mutiara, dan PT BPRS Saka Dana Mulia. Nasabah hanya perlu mengambil dana mereka dari bank pembayar.
Sementara itu, tujuh bank lainnya masih dalam proses rekonsiliasi dan verifikasi yang dilakukan secara berkala, dengan batas maksimal waktu penyelesaian 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya oleh OJK. Sebagian klaim simpanan nasabah tersebut juga telah dicairkan secara bertahap.
Purbaya menekankan bahwa komitmen LPS dalam menyediakan dana cadangan sebesar Rp 1,2 triliun untuk jaminan simpanan nasabah pada tahun 2024 merupakan langkah yang penting untuk memastikan stabilitas sektor perbankan tetap terjaga.
Meskipun beberapa BPR mengalami penutupan, hal ini tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang memburuk, melainkan lebih kepada permasalahan manajemen dan kepatuhan hukum. Dengan pemantauan yang berkala terhadap kesehatan BPR, diharapkan sektor perbankan dapat tetap beroperasi secara efisien dan memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian Indonesia.
“Dalam 5 bulan terakhir ini 12 bank (bankrut) dan utamanya hampir seluruhnya itu penyebabya integrity dari manajemen dan polemik, jadi banyak fraud di bank itu. Itu tidak mencerminkan perekonomian yang memburuk, baik di nasional dan lokal di mana BPR itu berada,” jelasnya.