BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) siap mengalokasikan anggaran sebesar Rp 100 miliar untuk mendukung transformasi digital Bank Perekonomian Rakyat (BPR) melalui penerapan teknologi informasi (IT) secara menyeluruh. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing perbankan BPR di tengah persaingan ketat dengan bank umum dan platform pinjaman online (pinjol), yang semakin marak di masyarakat.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam Rapat Dewan Komisioner LPS, mengatakan bahwa program digitalisasi BPR akan diimplementasikan pada tahun 2025. Saat ini, lanjut Purbaya, LPS sedang melakukan studi mendalam guna memahami kebutuhan spesifik BPR. Untuk tahap pertama, LPS akan melakukan uji coba program ini kepada 100 BPR terpilih.
“Pada tahun ini kami sudah menyelesaikan studi, dan tahun depan akan mulai membeli perangkat keras serta memulai uji coba pada 100 BPR terpilih untuk menilai kebutuhan mereka secara lebih rinci,” ungkapnya dalam konferensi pers pada Rabu (2/10/2024).
Purbaya juga menekankan bahwa tujuan dari program ini bukan hanya untuk meningkatkan efisiensi BPR, tetapi juga memberikan mereka kemampuan untuk menghadapi tantangan dalam industri keuangan yang terus berkembang. Sistem manajemen BPR berbasis jarak jauh yang terintegrasi merupakan salah satu solusi yang tengah dikembangkan oleh LPS.
“Kami sedang mengembangkan sistem ini. Anggarannya lebih dari Rp100 miliar untuk tahun 2025. Kami berharap dapat membantu BPR menghadapi perubahan yang semakin dinamis di sektor perbankan,” tambahnya.
Terkait dengan penutupan BPR, LPS menargetkan percepatan pembayaran klaim nasabah. Purbaya menjelaskan bahwa dalam waktu 5 hingga 7 hari setelah izin usaha BPR dicabut, pihak LPS menargetkan setidaknya 50% dari simpanan nasabah sudah dibayarkan. Kebijakan ini diambil untuk menjaga kepercayaan nasabah terhadap stabilitas perbankan, serta memberikan jaminan bahwa simpanan mereka akan segera dikembalikan meskipun BPR mengalami penutupan.
Dari sisi perlindungan simpanan, cakupan penjaminan LPS berada pada level yang memadai, sesuai amanat Undang-Undang. LPS menjamin simpanan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Berdasarkan data per Agustus 2024, sebanyak 99,27% rekening nasabah di bank umum yang memiliki simpanan hingga Rp2 miliar telah dijamin sepenuhnya oleh LPS, mencakup sekitar 592,42 juta rekening. Di sektor BPR/BPRS, cakupan penjaminan lebih tinggi lagi, mencapai 99,78% atau sekitar 15,81 juta rekening.
Purbaya juga menambahkan bahwa cakupan simpanan yang dijamin oleh LPS berada di atas amanat Undang-Undang, di mana penjaminan simpanan sekurang-kurangnya harus mencapai 90%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata negara anggota International Association of Deposit Insurers (IADI), yang hanya berkisar di angka 80%.
“Kami terus berupaya menjaga standar penjaminan simpanan yang lebih baik dari rata-rata internasional untuk memberikan rasa aman kepada nasabah,” tutupnya.
Inisiatif ini tidak hanya memperlihatkan komitmen LPS dalam memperkuat perbankan daerah, tetapi juga menjadi langkah penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia, terutama di tengah persaingan yang semakin ketat dari layanan keuangan berbasis teknologi.
Selain itu, dukungan LPS kepada industri perbankan juga tercermin dalam kebijakan penetapan tingkat bunga penjaminan (TBP) untuk periode 1 Oktober 2024 hingga 31 Januari 2025, yang tidak mengalami kenaikan dari periode sebelumnya, untuk menjaga likuiditas perbankan dan memberikan ruang bagi perbankan dalam mengelola keuangannya.
Tingkat bunga penjaminan merupakan ambang batas maksimal suku bunga simpanan yang dijamin oleh LPS. Saat ini TBP yang berlaku untuk simpanan Rupiah di bank umum adalah 4,25%, simpanan Rupiah di BPR berada di level 6,75% dan untuk simpanan dalam valuta asing (valas) sebesar 2,25%. Jika nasabah menerima suku bunga simpanan melebihi bunga penjaminan yang ditetapkan, maka simpanan nasabah tidak akan dijamin dan dikembalikan oleh LPS melalui program penjaminan simpanan.
Program penjaminan simpanan menyiapkan pengembalian dana nasabah bank yang dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas, dengan nilai penjaminan maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank. Adapun syarat yang wajib dipenuhi oleh nasabah adalah simpanan tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak melakukan tindak pidana perbankan.