BeritaPerbankan – Fenomena penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia menjadi perhatian utama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, tercatat jumlah kelas menengah hanya tersisa 47,85 juta orang, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 48,27 juta jiwa.
Lebih jauh, berdasarkan data BPS, dalam kurun waktu 2019 hingga 2024, jumlah kelas menengah mengalami penyusutan yang signifikan, yakni sebanyak sebanyak 9,48 juta jiwa dari total 57,33 juta jiwa pada tahun 2019.
Selain itu, BPS juga mencatat populasi kelompok rentan miskin terus meningkat di tahun 2024, yang berpotensi menambah beban ekonomi negara. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pergeseran struktur ekonomi, di mana kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah semakin terdesak oleh kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi, baik dalam skala global maupun nasional. Salah satu pemicu utamanya adalah dampak panjang pandemi COVID-19, yang telah menyebabkan perlambatan ekonomi secara luas. Banyak sektor, khususnya manufaktur dan UMKM, mengalami tekanan besar sehingga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat kelas menengah. Keterbatasan akses terhadap peluang ekonomi dan ketidakstabilan di sektor tersebut turut memperburuk kondisi ini.
Presiden Joko Widodo juga menegaskan bahwa masalah penurunan kelas menengah ini tidak hanya dialami Indonesia, tetapi terjadi di berbagai negara lain akibat ketidakpastian ekonomi global. Kesenjangan ekonomi yang melebar semakin mempertegas bahwa penanganan dampak krisis ekonomi menjadi prioritas utama bagi pemangku kebijakan.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa fenomena merosotnya jumlah kelas menengah harus menjadi perhatian penting bagi seluruh pemangku kebijakan, termasuk LPS yang berperan penting dalam menjaga stabilitas sektor perbankan di Indonesia.
Purbaya memastikan lembaganya akan melakukan kajian mendalam terhadap berbagai kelemahan yang ada dalam perekonomian guna mencari solusi yang tepat untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi.
Penurunan jumlah masyarakat kelas menengah menjadi salah satu indikator bahwa daya beli dan tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat mengalami tekanan. Hal ini bisa berdampak negatif pada konsumsi rumah tangga yang merupakan salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
“Kita ases kelemahan-kelemahan yang ada di perekonomian, akhirnya kita tahu apa yang menyebabkan kita tumbuh lebih lemah. Harusnya, kalau di-address ke depan dengan baik, pertama, stabilitas pasti akan bisa dijaga. Yang kedua, pelan-pelan akan bisa terciptakan pertumbuhan ekonomi,” ujar Purbaya seusai acara Bloomberg CEO Forum di Jakarta pada Rabu (4/9/2024).
Purbaya menyoroti tiga faktor kunci yang berperan penting dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pemanfaatan teknologi, serta sinergi yang lebih kuat di antara seluruh pemangku kepentingan. Menurutnya, peningkatan kualitas SDM akan menjadi fondasi bagi pengembangan sektor ekonomi di masa depan, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan teknologi yang sangat cepat.
Pemanfaatan kemajuan teknologi, di sisi lain, dianggap sebagai kunci utama untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri di kancah internasional. Sementara itu, kerja sama yang efektif antara pemerintah, pelaku usaha, dan sektor keuangan diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
“Harus ada kerja sama yang baik di antara semua pihak. Peningkatan kualitas SDM dan teknologi tidak akan optimal jika tidak ada sinergi antara pemerintah dan sektor swasta,” jelas Purbaya.
LPS, sebagai lembaga yang bertugas menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia, juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya di tengah gejolak ekonomi yang terjadi. Purbaya menjelaskan bahwa salah satu fokus utama LPS saat ini adalah memastikan bahwa masyarakat memahami peran dan fungsi LPS, sehingga kepercayaan terhadap sistem perbankan tetap terjaga.
“Utamanya adalah kalau keadaan ekonomi lagi tenang, nggak ada gonjang-ganjing, kerjaan saya hanya memastikan masyarakat tahu LPS. Sehingga mereka tenang dan tahu uangnya dijamin. Jadi kalau ada gonjang sedikit, enggak ada yang rame-rame menarik uangnya dari bank,” ujar Purbaya.
Hingga saat ini, LPS telah menjamin sekitar 578,5 juta rekening atau sebesar 99,9% dari total rekening yang ada di perbankan Indonesia. Namun, terdapat sekitar 356,6 ribu rekening yang hanya dijamin sebagian, dengan nilai simpanan maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank. Dengan adanya jaminan tersebut, diharapkan masyarakat tetap tenang dan percaya terhadap keamanan simpanan mereka di bank, meskipun terdapat gejolak ekonomi.
Keberadaan LPS tidak hanya penting dalam menjaga stabilitas perbankan, tetapi juga menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung keberlangsungan sistem keuangan nasional. Berdasarkan laporan LPS, hingga Mei 2024, total nominal simpanan di bank umum (BU) mencapai Rp8.757 triliun, meningkat sebesar 0,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Data distribusi simpanan ini berasal dari Laporan Bank Umum Terintegrasi yang disampaikan oleh 106 bank umum di Indonesia.