Berita Perbankan – Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Penguatan dan Pengawasan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah memberikan tugas tambahan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai Lembaga Penjamin Polis (LPP). Melalui program penjaminan polis, LPS akan menjamin polis nasabah asuransi saat perusahaan asuransi ditutup izin usahanya atau mengalami gagal bayar.
Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa akan ada dua skema dalam penjaminan klaim asuransi. Pertama, ketika perusahaan asuransi mengalami gagal bayar dan pada saat klaim nasabah jatuh tempo, LPS akan menggantikan klaim tersebut dengan batasan maksimum penjaminan.
“Kalau bapak ibu punya polis asuransi kemudian perusahaan asuransinya gagal, pada saat itu klaim bapak ibu jatuh tempo, maka LPS akan mengembalikan klaim tersebut sebesar maksimum penjaminannya, harus ada maksimumnya karena gabisa seluruhnya,” imbuhnya.
Lana menjelaskan skema kedua, di mana jika nasabah belum mencapai waktu jatuh tempo, namun perusahaan asuransi mengalami kegagalan pembayaran, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mentransfer polis tersebut ke perusahaan asuransi yang lebih stabil.
Lana menegaskan bahwa penjaminan polis ini berlaku baik untuk asuransi umum maupun asuransi jiwa, dengan pengecualian asuransi jiwa yang terkait dengan unit link atau PAYDI. Meski demikian, LPS masih akan menunggu pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) yang ditandatangani oleh Presiden terkait peraturan pelaksanaan program penjaminan polis.
“Nah ini tahap awal yang nantinya akan dilakukan oleh LPS khususnya untuk asuransi jiwa dan asuransi umum, nah (asuransi) jiwa ini benar-benar yang jiwa murni ngga ada yang terkait dengan unitlink,” ujar Lana.
LPS bekerja sama dengan berbagai asosiasi asuransi dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam merumuskan ketentuan Program Penjaminan Polis (PPP). Rencana tersebut diharapkan selesai dan diterapkan pada tahun 2028.
“Jadi tim yang ada di LPS menggandeng asosiasi asuransi untuk mewakili industri, menggandeng pengawas dalam hal ini OJK, menggandeng KSSK dalam hal ini adalah Kemenkeu. Kami tidak lepas dari situ,” ujar Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dimas Yuliharto.
Sementara itu, LPS telah menunjuk Jarot Marhaendro sebagai Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi. Djarot akan bertugas dalam pengelolaan program penjaminan polis asuransi. Selain itu, struktur organisasi baru ini memiliki tanggung jawab untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyusun rancangan peraturan pelaksanaan.
“Karena penjaminan polis itu unik. Perbankan ada di penjaminan LPS. Nah kalau polis programnya itu di peraturan pelaksanaannya, nah peraturan pelaksanaannya belum ada detailnya seperti preminya dalam bentuk apa, kemudian berapa coverage yang dijamin dan polis jenis apa yang dijamin,” ucap Dimas.
Dimas memastikan bahwa peserta atau nasabah tidak perlu merasa cemas apabila perusahaan asuransi tempatnya berlangganan kehilangan izin. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mengganti klaim sesuai dengan batas nilai penjaminan yang telah ditetapkan.
“Jadi begitu lah upaya pemerintah untuk meningkatkan nasabah asuransi dengan menjamin polis, bukan menjamin asuransi. Jadi nanti 2028 akan banyak orang yang berasuransi,” ucapnya.
LPS memastikan tak sembarang perusahaan asuransi bisa mendapatkan penjaminan dari LPS, sebab akan ada regulasi ketat mengenai kriteria kesehatan perusahaan asuransi yang masuk dalam daftar peserta program penjaminan. LPS akan bekerjasama dengan OJK untuk menetapkan syarat dan ketentuan penilaian perusahaan asuransi yang sehat.
Hal ini dilakukan, salah satunya, sebagai filter bagi masyarakat yang ingin membeli produk asuransi, maka disarankan untuk membeli produk asuransi dari perusahaan asuransi yang dijamin oleh LPS, sehingga saat perusahaan mengalami kebangkrutan dana nasabah asuransi aman dijamin LPS sesuai peraturan yang berlaku.