BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berkomitmen terus mengejar eks pemegang saham, mantan pengurus, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam menyebabkan bank mengalami kegagalan. Dengan wewenang yang dimiliki, LPS mengambil langkah tegas baik melalui pelaporan pidana kepada Penyidik Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun dengan gugatan perdata ke pengadilan.
Direktur Eksekutif Hukum LPS, Ary Zulfikar, dalam keterangan resminya menyataka bahwa upaya ini ditempuh untuk memberikan efek jera berupa pemidanaan bagi pihak-pihak yang menyebabkan bank gagal, serta untuk memulihkan aset bank gagal yang telah dikeluarkan oleh LPS dalam bentuk klaim penjaminan. Hal ini, lanjutnya, merupakan bagian dari tanggung jawab LPS dalam menjaga stabilitas sistem perbankan di Indonesia.
LPS telah melaporkan dugaan tindak pidana terkait bank gagal kepada aparat penegak hukum, baik itu Penyidik Polri maupun OJK. Hingga saat ini, delapan bank telah menjadi subjek pelaporan, di antaranya BPR Agra Arthaka Mulya, BPR Mitra Danagung, BPR Cita Makmur Lestari, BPR LPN Kampung Baru Muara Paiti, dan BPR Sewu. LPS juga aktif memberikan dukungan terhadap proses hukum yang sedang berjalan dengan menyampaikan informasi dan data penting yang diperoleh dari investigasi mereka.
Selain pelaporan pidana, LPS juga telah mengajukan gugatan perdata terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bank, baik mantan pengurus, pemegang saham, maupun pihak terkait lainnya. Gugatan ini bertujuan untuk memaksimalkan pemulihan klaim yang telah dilakukan LPS. Hingga saat ini, gugatan hukum telah diajukan terhadap 10 bank, di antaranya BPR Tripanca Setiadana, BPR Citraloka Danamandiri, BPR Tripilar Arthajaya, BPR Multi Artha Mas Sejahtera, BPR Kudamas Sentosa, BPRS Al Hidayah, BPR Efita, dan BPR Legian.
Selain proses hukum terhadap pihak-pihak yang menyebabkan bank gagal, LPS juga mengajukan gugatan reklasifikasi simpanan. Gugatan ini diajukan kepada nasabah yang sebelumnya dinyatakan layak bayar, namun setelah pemeriksaan lebih lanjut ditemukan adanya pelanggaran ketentuan perbankan, sehingga simpanan tersebut tidak lagi memenuhi syarat untuk mendapatkan penjaminan. Tindakan ini diambil oleh LPS untuk melindungi kepentingan hukum mereka.
Beberapa kasus reklasifikasi simpanan yang diajukan oleh LPS melibatkan nasabah BPR Tripanca Setiadana, BPRS Shadiq Amanah, dan BPR Sekar. Salah satu contoh keberhasilan gugatan ini adalah pada kasus BPR Sekar, di mana LPS berhasil mendapatkan pengembalian klaim penjaminan sebesar Rp100,29 juta setelah melalui proses mediasi di pengadilan.
LPS juga terus menindaklanjuti putusan pengadilan yang telah mengabulkan gugatan mereka, dengan melakukan eksekusi terhadap aset-aset pihak yang terbukti bersalah. Salah satu kasus yang sedang dalam tahap eksekusi adalah BPR Tripanca Setiadana, di mana mantan pengurus dan pemegang sahamnya diwajibkan membayar kerugian sebesar Rp29,14 miliar. Aset-aset milik pihak terkait telah disita oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta untuk kemudian dilelang guna memulihkan kerugian yang diderita LPS.
Kasus lain yang sedang dalam tahap eksekusi adalah BPR Sambas Arta di Singkawang, Kalimantan Barat, di mana mantan Direktur Utama bank tersebut, Inus Ridho Musamto, dinyatakan bersalah karena menyebabkan kerugian sebesar Rp18,65 miliar bagi LPS. Proses eksekusi terhadap aset yang bersangkutan sedang berlangsung dan telah memasuki tahap akhir.
Pada tahun 2024, LPS tidak hanya fokus pada gugatan yang telah diajukan, tetapi juga merencanakan gugatan terhadap pihak-pihak lain yang bertanggung jawab atas kegagalan bank. Koordinasi dengan penegak hukum terus dilakukan untuk mengusut dugaan tindak pidana yang dilakukan mantan direksi dan pengurus bank yang izin usahanya telah dicabut. Beberapa kasus yang sedang ditindaklanjuti terjadi di provinsi Jawa Barat, Bali, dan Jawa Timur.
Langkah hukum yang tegas ini menunjukkan keseriusan LPS dalam menegakkan hukum dan memberikan pertanggungjawaban kepada pihak yang menyebabkan bank gagal. Dengan adanya tindakan hukum ini, diharapkan pengurus dan pemegang saham bank dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas mereka, serta menerapkan tata kelola yang baik agar sistem perbankan Indonesia semakin solid dan dapat menjaga kepercayaan masyarakat.