Berita Perbankan -Investasi bodong atau penipuan investasi merupakan ancaman serius bagi banyak orang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan tinggi, ternyata tidak ada jaminan bahwa mereka memiliki tingkat literasi keuangan yang baik atau pemahaman yang cukup tentang investasi yang legal.
Salah satu faktor yang memungkinkan investasi bodong semakin marak adalah rendahnya tingkat literasi keuangan di kalangan masyarakat. Literasi keuangan merujuk pada pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang konsep keuangan, termasuk investasi, pengelolaan risiko, dan perencanaan keuangan. Ketika seseorang memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah, mereka lebih rentan terhadap penipuan investasi, karena mungkin tidak memahami risiko dan berbagai modus penipuan yang umum digunakan.
Kurangnya pemahaman tentang investasi yang legal juga menjadi faktor yang mempermudah penipuan investasi. Banyak orang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai jenis investasi yang legal dan cara kerjanya. Hal ini membuat mereka menjadi target empuk bagi penipu yang menjanjikan imbal hasil yang tinggi dan cepat, tanpa memberikan informasi yang jelas tentang risiko investasi tersebut.
Selain itu, dari sisi aspek psikologis juga memainkan peran penting dalam kasus penipuan investasi. Banyak korban investasi bodong tergoda oleh janji keuntungan besar dan cepat, yang sering kali dipicu oleh keserakahan untuk menghasilkan uang dengan cara yang mudah. Ketika seseorang terjebak dalam siklus keserakahan dan harapan yang tidak realistis, mereka cenderung mengabaikan atau tidak mempertimbangkan risiko dan berbagai informasi penting sebelum membuat keputusan investasi.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi individu untuk meningkatkan literasi keuangan mereka dengan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang konsep keuangan, investasi yang legal, dan bagaimana mengenali tanda-tanda investasi bodong.
Pendidikan dan kesadaran akan pentingnya literasi keuangan juga harus ditingkatkan di kalangan masyarakat secara umum. Selain itu, peraturan dan pengawasan yang ketat dari otoritas keuangan juga penting untuk mengurangi penipuan investasi dan melindungi masyarakat.
Perlu diketahui bahwa dana nasabah perusahaan investasi tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2004 bahwa LPS bertugas menjamin simpanan nasabah bank dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Seluruh bank yang beroperasi di wilayah Indonesia wajib menjadi peserta program penjaminan LPS. Hal itu dilakukan agar nasabah bank memperoleh penjaminan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank saat bank tempat mereka menabung dicabut izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan LPS hanya menjamin dana nasabah perbankan, bukan nasabah perusahaan investasi, dana pensiun dan asuransi.
Oleh karena itu Purbaya meminta masyarakat lebih waspada dalam berinvestasi, pastikan perusahaan investasi sudah terdaftar dan memiliki rekam jejak yang baik.
Purbaya menambahkan jika perusahaan asuransi, investasi dan dana pensiun bermasalah maka itu bukan tanggung jawab LPS. Namun jika bank yang bermasalah maka LPS siap memberikan penggantian dana nasabah hingga Rp 2 miliar.
Peneliti Senior Core Indonesia, Etikah Karyani Suwondo mengatakan banyaknya masyarakat yang menjadi korban investasi bodong mengindikasikan tingkat inklusi keuangan atau akses terhadap jasa keuangan sangat tinggi. Namun sayangnya tingkat literasi keuangan masyarakat masih relatif rendah sehingga sulit mendeteksi dari awal mana penawaran investasi yang baik dan buruk.
“Masyarakat biasanya terjerat investasi bodong karena ada iming-iming, sifat greedy, dan merasa mampu mengelola risiko,” ujar Etikah.
Etikah menemukan hal serupa terjadi pada nasabah yang menerima suku bunga simpanan di atas tingkat bunga penjaminan (TBP), yang menyebabkan simpanan mereka tidak akan dijamin LPS karena tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Hal itu tentu akan merugikan nasabah jika suatu hari bank tiba-tiba bangkrut, maka dana nasabah akan lenyap dan tidak akan mendapatkan penjaminan dari LPS.
“Karena memang tidak dijamin oleh LPS. Ini banyak terjadi pada Lembaga keuangan seperti Bank Digital yang memberikan return (bunga) tinggi di atas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS. Artinya, kalau bunga mereka diatas TBP LPS maka itu menjadi tidak dijamin LPS dan itu harus disampaikan kepada para nasabah,” ungkap Etikah.