BeritaPerbankan – Pasca pengesahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki kewenangan dan fungsi yang lebih luas dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Melalui kolaborasi dengan berbagai media, LPS gencar melakukan sosialisasi peran barunya dalam UU P2SK kepada masyarakat luas guna meningkatkan pemahaman publik mengenai peran dan kewenangan LPS dalam melindungi simpanan nasabah perbankan dan asuransi.
UU P2SK memberikan kerangka baru bagi LPS, memungkinkan lembaga ini menjalankan tugasnya dengan lebih luas dan tangguh. Sebelumnya, LPS berfokus pada penjaminan simpanan nasabah bank, namun dengan adanya undang-undang baru ini, mandat LPS berkembang menjadi lebih komprehensif, termasuk penjaminan polis asuransi, yang diharapkan efektif dalam beberapa tahun ke depan.
Salah satu perubahan paling signifikan pasca berlakunya UU P2SK adalah transformasi peran LPS dari “paybox” menjadi “risk minimizer”. Sebagai risk minimizer, LPS tidak hanya bertindak saat bank mengalami kebangkrutan, tetapi juga melakukan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya krisis keuangan. Hal ini bertujuan menjaga stabilitas keuangan Indonesia secara lebih proaktif.
LPS kini memiliki kewenangan early intervention, yaitu mengambil langkah cepat apabila mendeteksi adanya potensi gangguan terhadap sistem keuangan. Hal ini memungkinkan LPS untuk memberikan tindakan korektif lebih awal pada lembaga keuangan yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan, dengan tujuan meminimalkan dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.
Sebagai bagian dari mandat ini, LPS memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa risiko-risiko yang muncul di sektor keuangan dapat dikendalikan sedini mungkin. Tidak hanya fokus pada mengatasi kerugian setelah sebuah bank gagal, LPS kini berperan dalam upaya pencegahan melalui pengawasan yang lebih ketat dan intervensi dini. Peran ini menjadikan LPS sebagai lembaga penjamin simpanan yang memiliki mandat paling maju di dunia, setara dengan praktik terbaik lembaga penjamin simpanan internasional.
Selain penjaminan simpanan bank, UU P2SK memberikan LPS tugas baru yang tidak kalah penting, yaitu penjaminan polis asuransi. LPS akan mulai aktif dalam memberikan jaminan terhadap polis asuransi di Indonesia paling lambat lima tahun setelah undang-undang tersebut disahkan, atau sekitar tahun 2028. Ini merupakan langkah penting dalam mengatasi risiko yang mungkin muncul di industri asuransi, serta memberikan jaminan perlindungan yang lebih luas kepada masyarakat.
Dengan adanya penjaminan polis asuransi, LPS akan memberikan kepastian kepada pemegang polis bahwa dana mereka aman, bahkan jika perusahaan asuransi yang mereka gunakan mengalami kegagalan. Hal ini bertujuan untuk menambah rasa aman bagi masyarakat yang ingin berinvestasi melalui produk asuransi, mengingat peran penting asuransi dalam manajemen risiko keuangan individu dan bisnis.
Penjaminan polis asuransi oleh LPS juga akan melibatkan proses yang mirip dengan penjaminan simpanan bank. LPS akan memverifikasi data polis yang layak dijamin dan memastikan bahwa proses pembayaran klaim dilakukan dengan transparan dan adil. Dengan demikian, peran LPS sebagai pelindung stabilitas keuangan nasional akan semakin luas, mencakup tidak hanya sektor perbankan, tetapi juga sektor asuransi yang merupakan salah satu pilar utama industri keuangan.
Namun, tidak semua polis asuransi akan secara otomatis dijamin oleh LPS. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah polis dapat dijamin, termasuk memenuhi syarat tertentu yang akan ditetapkan oleh LPS. Dalam hal ini, LPS akan mengatur batas maksimum jaminan polis yang akan dijamin, serupa dengan batas penjaminan simpanan yang diterapkan pada bank.
Transformasi peran dan kewenangan LPS menjadi lebih luas tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi industri keuangan modern, terutama di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat. Dalam menjalankan mandat barunya, LPS dipersiapkan untuk menghadapi tantangan tersebut dengan memperkuat kapasitas internal serta meningkatkan sinergi dengan otoritas lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Melalui peningkatan kewenangan dan mandat sebagai risk minimizer, LPS kini memiliki peran yang lebih strategis dalam menjaga sistem keuangan nasional agar tetap stabil. Dengan kemampuan untuk melakukan intervensi dini, LPS diharapkan mampu mencegah krisis keuangan yang lebih luas serta melindungi kepentingan nasabah bank dan pemegang polis asuransi.
Program penjaminan ini juga diharapkan mampu memberikan dorongan positif terhadap industri asuransi di Indonesia. Dengan adanya perlindungan dari LPS, perusahaan asuransi diharapkan akan lebih berhati-hati dalam mengelola risiko dan memperkuat likuiditas mereka. Pada saat yang sama, pemegang polis akan merasa lebih aman untuk memilih produk asuransi, karena adanya jaminan dari pemerintah melalui LPS.