BeritaPerbankan – Simpanan nasabah di bank digital tumbuh pesat mencapai 8000 kali Pada Mei 2022. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa dalam webinar “Menuju Masyarakat Cashless” di Jakarta, Rabu (3/8/2022).
LPS mencatat jumlah rekening nasabah bank digital pada Mei 2022 sebanyak 38,2 Juta rekening, sementara pada akhir tahun 2020 hanya berjumlah 179 ribu rekening.
Dilihat dari sisi jumlah uang yang tersimpan di bank digital juga mengalami kenaikan dua kali lipat pada Mei 2022 menjadi Rp 49,3 triliun dari data pada tahun 2020 yang tercatat sebanyak Rp 31,6 triliun.
“Karena saldo masyarakat di perbankan digital pada Mei 2021 hampir nol, jadi pertumbuhan simpanan di bank digital sangat besar. Ini suatu pertumbuhan fenomenal dan ke depan mungkin akan tumbuh dengan baik,” kata Purbaya.
Pertumbuhan jumlah simpanan masyarakat di bank digital disambut baik oleh LPS. Purbaya memastikan bahwa simpanan di bank digital mendapatkan jaminan dari LPS jika suatu saat bank tersebut bangkrut atau dicabut izin usahnya.
Purbaya menjelaskan pada dasarnya bank digital setara dengan bank konvensional, begitu pun dengan program penjaminan LPS juga berlaku bagi nasabah bank digital.
Purbaya menambahkan masyarakat hanya perlu memperhatikan simpanan mereka sudah memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan LPS dan tidak merugikan bank seperti kasus kredit macet.
LPS akan menjamin saldo rekening nasabah bank digital maksimal Rp 2 miliar per nasbah per bank saat bank tempat nasabah menabung dilikuidasi.
“Kami menjamin uangnya jika perbankan mengalami kebangkrutan, selama memenuhi ketentuan undang-undang. Jadi bank konvensional dan bank digital sama, selama suku bunga di bawah LPS, tercatat, dan pemilik uang tidak menyebabkan bank bangkrut,” kata dia.
Akan tetapi bagi nasabah bank digital yang menerima bunga hingga 8 persen maka LPS tidak akan menjamin simpanan nasabah. Purbaya menegaskan bahwa LPS tidak memiliki kewenangan mengatur besaran suku bunga simpanan di bank.
Namun jika bank tetap ingin memberikan bunga tinggi, maka LPS mengingatkan bahwa bank punya kewajiban memberikan informasi kepada nasabah bahwa simpanan mereka tidak dijamin LPS, sehingga risiko kehilangan saldo rekening saat bank bangkrut bukan tanggung jawab LPS.
Selanjutnya Purbaya juga menyoroti soal pertumbuhan penggunaan uang elektronik yang terus meningkat. LPS mencatat jumlah uang elektronik di tanah air per Mei 2022 mencapai Rp 9,4 triliun, padahal pada Januari 2019 saldo uang elektronik tercatat hanya Rp 4 miliar.
Hal itu mendorong LPS untuk menjamin uang elektronik agar masyarakat merasa lebih aman dan nyaman bertransaksi dengan dompet digital.
Purbaya mengatakan hal itu sangat mungkin dilakukan terlebih gagasan untuk LPS menjamin uang elektronik tertuang dalam RUU PPSK jika nantinya disahkan.
“Sekarang mungkin belum dijamin (oleh LPS), tapi ke depan dengan UU PPSK yang baru itu nanti kalau dikeluarkan, ada cukup peluang yang besar itu nanti kita jamin,” kata Purbaya.
Sebagai tambahan informasi, Bank Indonesia mencatat terdapat 38 penyedia dompet elektronik (e-wallet) pada tahun 2018 dan diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan seiring dengan migrasi masyarakat ke transaksi digital dan non tunai (cashless) yang didorong oleh integrasi sejumlah dompet digital dengan e-commerce dan aplikasi penyedia layanan transportasi online.