BeritaPerbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan kenaikan tingkat bunga penjaminan (TBP) pada September 2022 lalu menjadi 3,75 persen untuk simpanan rupiah, 0,75 persen simpanan valas dan 6,25 persen untuk simpanan di BPR.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan sejumlah alasan LPS memutuskan untuk menaikkan bunga penjaminan.
Purbaya mengatakan LPS menaikkan suku bunga penjaminan untuk simpanan rupiah sebesar 0,25 basis poin (bps) dan simpanan valas 0,50 bps. Kenaikan tersebut merupakan yang pertama kalinya sepanjang pandemi covid-19 berlangsung.
Kebijakan tersebut diambil LPS dengan mempertimbangkan empat faktor berikut ini. Pertama, kenaikan TBP erat kaitannya dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang berada di level 4,25 persen pada September 2022 dan kembali naik pada Oktober 2022 menjadi 4,75 persen.
Merespon kebijakan tersebut LPS menaikkan tingkat bunga penjaminan untuk memberikan ruang bagi perbankan untuk merespon secara positif kebijakan bank sentral tersebut, termasuk mendukung kinerja fungsi intermediasi perbankan.
“[Dilandaskan oleh] kebutuhan untuk memberi ruang perbankan dalam respon kebijakan suku bunga bank central dengan menjaga cakupan penjaminan dan tetap supportif bagi fungsi intermediasi perbankan,” jelas Purbaya.
Kedua, kenaikan TBP merupakan upaya LPS mentransmisikan kenaikan suku bunga acuan terhadap suku bunga simpanan di tengah kondisi likuiditas perbankan yang masih terpantau longgar.
Ketiga, sinergi kebijakan LPS dengan lembaga otoritas lainnya diperlukan dalam mewujudkan tujuan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi. Kenaikan tingkat bunga penjaminan diharapkan mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara positif.
Keempat, cakupan penjaminan masih relatif stabil baik di bank umum maupun BPR. LPS akan terus melakukan evaluasi dan asesmen terhadap perkembangan perekonomian nasional maupun global yang berpotensi mempengaruhi perubahan tingkat bunga penjaminan.
Stabilitas sistem keuangan perbankan berada di level aman dengan kondisi likuiditas perbankan yang longgar dan fungsi intermediasi berjalan lancar. Hal itu mendorong optimisme dalam menghadapi gejolak ekonomi global di tahun 2023.
LPS optimis pertumbuhan ekonomi nasional masih akan terus tumbuh positif di tengah gonjang-ganjing ketidakpastian global akibat krisis. Pertumbuhan ekonomi RI diprediksi mampu mencapai 5 persen di tahun 2023.
Purbaya meyakini Indonesia tidak akan mengalami resesi pada tahun depan melihat modal Indonesia dari sisi ekonomi masih relatif kuat. Indonesia memiliki pangsa pasar dalam negeri yang besar sehingga krisis global tidak akan terlalu berdampak.
Meski demikian Purbaya mengajak masyarakat dan industri perbankan tetap optimis dengan prospek ekonomi dalam negeri di tahun 2023 dan tetap waspada terhadap potensi gangguan akibat gejolak ekonomi global terhadap perekonomian nasional.
Purbaya menambahkan Indonesia sudah memiliki banyak pengalaman menghadapi krisis ekonomi dan mampu melewati tantangan tersebut dengan cukup baik.