Berita Perbankan – Undang-Undang (UU) Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) yang telah disahkan pada Desember 2022, memberikan ruang bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) untuk berinovasi dan mengembangkan bisnis mereka sehingga mampu bersaing dengan perbankan lainnya.
Hal itu diungkapkan oleh Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono. Ia mengatakan UU P2SK menjadi tonggak baru bagi BPR dan BPRS untuk berkontribusi lebih besar bagi perekonomian nasional dan pengembangan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Didik menyatakan bahwa terdapat beberapa hal mendasar yang perlu dilakukan untuk menggali potensi yang belum dimanfaatkan dari BPR/BPRS. Hal-hal tersebut meliputi transformasi digital BPR/BPRS melalui pemanfaatan teknologi informasi, peningkatan kapasitas bisnis melalui perluasan layanan intermediasi keuangan, serta perluasan akses sumber pendanaan dan penyertaan modal kepada lembaga penunjang BPR/BPRS.
Transformasi digital memegang peranan penting dalam pengembangan bisnis BPR/BPRS di era digital seperti sekarang ini. Masyarakat menginginkan produk dan layanan perbankan yang serba cepat, murah, aman dan efisien.
Kekinian layanan perbankan sudah dapat dinikmati nasabah hanya dalam satu genggaman ponsel pintar dengan akses internet. Namun aspek keamanan tetap harus menjadi perhatian penting, terutama terkait kerahasiaan data pribadi nasabah dan keamanan uang nasabah di rekening.
UU P2SK juga memberikan peluang bagi BPR/BPRS untuk melakukan penawaran umum di bursa efek (IPO). Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa initial public offering (IPO) bank dapat memberikan dorongan bagi peningkatan modal, profitabilitas, efisiensi, pendapatan, dan peningkatan tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Selain itu UU P2SK memberikan ruang bagi BPR/BPRS berinovasi dalam desain produk untuk meningkatkan kapasitas bisnis perusahaan. Diantaranya BPR/BPRS diperbolehkan melakukan kegiatan penukaran mata uang asing (valas), transfer dana baik untuk kepentingan bank maupun kepentingan nasabah dan BPR dapat melakukan pengalihan piutang.
“Kini BPR/BPRS juga dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum dalam penyaluran kredit UMKM dan dapat bekerjasama dalam pelayanan jasa keuangan dan perbankan lainnya. Sehingga dengan adanya UU PPSK ini, BPR/BPRS dapat memenuhi kebutuhan nasabah secara lebih komprehensif,” jelas Didik.
BPR/BPRS yang memiliki jaringan hingga ke pelosok daerah diharapkan mampu menjadi medium dalam meningkatkan literasi keuangan dan inklusi keuangan di daerah-daerah.
Saat ini jumlah BPR/BPRS yang beroperasi di Indonesia mencapai 1.442 bank yang tersebar di berbagai daerah. Jumlah tersebut mencakup 53 persen dari total Lembaga keuangan yang ada saat ini. Itu artinya peran BPR/BPRS masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama bagi kalangan pelaku UMKM.
LPS terus konsisten mendukung perkembangan BPR/BPRS di tanah air. Dalam setiap kegiatan sosialisasinya, LPS senantiasa mengajak masyarakat untuk menyimpan uang mereka di bank, termasuk BPR, karena simpanan nasabah BPR/BPRS masuk dalam program penjaminan simpanan LPS seperti halnya simpanan nasabah di bank umum.