BeritaPerbankan – Modus penipuan yang menyasar nasabah perbankan semakin beragam. Terbaru muncul modus penipuan ‘social engineering‘ yang menipu korbannya dengan cara memanipulasi data pribadi korban dan membuat korban panik sehingga mau melakukan apa yang diminta oleh pelaku.
Teknik penipuan ini juga biasa disebut dengan rekayasa sosial. Dengan modus tersebut saldo rekening korban bisa dikuras habis dalam waktu singkat.
Modus rekayasa sosial bisa dilakukan melalui online maupun offline. Misalnya melalui panggilan telepon mengatasnamakan bank atau lembaga keuangan, sms berhadiah disertai link palsu, iklan pop-up di browser, email, social media dan lain sebagainya.
Pelaku biasanya akan meminta nomor OTP, nomor kartu debit, kartu kredit hingga PIN. Apabila ada orang, siapapun itu, meminta semua yang disebutkan tadi maka jangan pernah anda memberikan informasi tersebut.
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan pelaku akan membuat korban senang luar biasa atau sangat panik sehingga korban tidak dapat leluasa berpikir dan bertindak.
“Jadi, sebetulnya modus-modus seperti itu sudah cukup lama ya waktu zaman dulu melalui SMS, Selamat Anda menjadi pemenang hadiah undian mobil seperti itu dan sebagainya” kata Friderica.
Maraknya modus penipuan di industri perbankan dinilai sudah sangat meresahkan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) gencar melakukan sosialisasi perihal literasi keuangan, salah satunya kiat bertransaksi aman di perbankan.
Direktur Group Riset LPS Herman Saheruddin mengatakan saat ini marak penipuan mengatasnamakan bank dan lembaga keuangan yang merugikan masyarakat. LPS meminta pihak bank untuk memperkuat sistem IT dan meningkatkan sistem keamanan siber untuk melindungi data pribadi nasabah dan meminimalisir terjadinya kejahatan yang menimpa nasabah bank.
Herman menambahkan nasabah juga harus mewaspadai adanya upaya kejahatan dengan modus rekayasa sosial. LPS meminta masyarakat tidak membagikan informasi akun perbankan.
Jika ada yang mencurigakan segera hubungi Call Center bank tersebut atau bisa datang langsung ke kantor cabang terdekat.
Pertahanan yang harus kita miliki adalah tidak memberikan kode OTP kepada siapapun, tidak memberikan informasi kartu kredit dan kartu debit khususnya tiga nomor terakhir yaitu Card Verification Value (CVV).
Masih banyak masyarakat yang mudah tergiur dengan tawaran hadiah uang tunai, giveaway, dan lain sebagainya. Perlu kita tanamkan dalam pikiran bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini. Maka jangan mudah percaya jika ada pihak yang mengaku ingin memberikan hadiah cuma-cuma apapun bentuknya.
LPS menyarankan nasabah untuk berkomunikasi langsung dengan pihak bank jika ada permasalahan. Perlu diketahui bahwa pihak bank tidak akan pernah meminta informasi PIN kepada nasabah.
“Intinya bank itu tidak akan menutup akun tanpa persetujuan kita. Untuk memastikan, kita bisa datang ke bank atau menelepon call center bank yang resmi. Nasabah jangan mudah percaya begitu saja jika ada yang menghubungi lewat telepon atau media komunikasi lain,” ungkap Herman.
LPS mengungkapkan tugas rumah regulator dan industri perbankan saat ini adalah meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Indeks literasi keuangan nasional saat ini masih jauh tertinggal dibandingkan indeks inklusi keuangan.
Industri keuangan berkembang pesat. Berbagai produk keuangan dari bank maupun non bank banyak ditawarkan kepada masyarakat namun sayangnya tidak semua pengguna produk keuangan memahami fungsi dan risiko produk tersebut, termasuk cara melindungi diri dari serangan siber.
Oleh karena itu LPS rutin menggelar acara sosialisasi program penjaminan LPS, literasi keuangan, dan isu industri keuangan lainnya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang industri keuangan sehingga indeks inklusi keuangan seimbang dengan indeks literasi keuangan.