Berita Perbankan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa tingkat inklusi keuangan pada tahun 2022 telah mencapai 85,10%, sementara tingkat literasi keuangan 49,68%. Meskipun angka-angka ini menunjukkan perkembangan positif, masih ada gap antara inklusi keuangan dan Literasi Keuangan sebesar 34 Persen yang harus diperkecil.
Untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan pada tahun 2023 OJK telah menyiapkan 3 program khusus yang fokus untuk menyosialisasikan inklusi dan literasi keuangan agar masyarakat semakin paham dengan produk-produk dan jasa serta mitigasi risiko sektor keuangan.
“Selain itu, tentu kita ingin mengajak saudara kita di pedesaan juga untuk bisa meningkatkan kesejahteraannya melalui produk dan jasa keuangan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Bahkan kita sudah punya program Desaku Cakap Investasi, Jadi mereka diajarkan tentang Reksadana dan juga saham,” jelas Friderica.
Ketiga program tersebut meliputi program Desaku Cakap Keuangan, yang memberikan edukasi kepada masyarakat di pedesaan khususnya bagi kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban penipuan.
Program kedua yaitu Sakinah (Santri Cakap Literasi Keuangan Syariah) yang menyasar para Santri di pesantren-pesantren. OJK berharap edukasi ini dapat bermanfaat bagi para Santri dalam meningkatkan pemahaman terhadap sektor keuangan dan membuka kesempatan yang lebih besar bagi para Santri dalam mengakses produk dan jasa keuangan formal.
“Para santri tidak hanya tertarik pada produk produk dan jasa keuangan syariah tapi mereka sangat tertarik dengan produk-produk lain seperti green ekonomi, kripto dan pinjaman online,” jelasnya.
Terakhir OJK juga memberikan edukasi keuangan kepada kaum perempuan melalui kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan organisasi masyarakat.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki fokus yang sama dengan OJK dalam peningkatan indeks inklusi dan literasi keuangan masyarakat. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan semakin tinggi indeks literasi keuangan maka semakin baik dalam mengurangi jumlah korban penipuan di sektor keuangan seperti perbankan dan investasi.
Terlebih saat ini konsep perbankan digital sudah banyak diadopsi oleh industri perbankan di tanah air. Meskipun digitalisasi perbankan memiliki manfaat yang cukup besar bagi keberlangsungan bisnis perbankan dan mempermudah berbagai kegiatan transaksi keuangan, namun tetap ada risiko yang harus dihadapi. Kejahatan siber yang mengancam keamanan simpanan nasabah menjadi isu yang harus ditangani bersama.
Purbaya menambahkan inovasi digital perbankan tidak hadir tanpa risiko, perlu adanya manajemen risiko yang memadai. Untuk mendukung peningkatan literasi keuangan masyarakat, LPS berkolaborasi dengan OJK, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
“Sebagai langkah antisipasi penting, kami ingin menekankan perihal pentingnya praktik manajemen risiko yang memadai, baik oleh bank tradisional maupun bank digital. Selain itu, jaring pengaman keuangan yang di Indonesia terdiri dari BI, OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan, pun memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan,” ujarnya.
Purbaya menyatakan bahwa dengan semakin majunya perbankan digital, salah satu ancaman yang muncul adalah kejahatan siber, seperti social engineering yang bertujuan untuk memperoleh informasi sensitif, dan skimming yang merupakan tindakan ilegal mencuri informasi nasabah dari strip magnetik kartu kredit atau debit.
LPS mendorong penyedia layanan perbankan untuk memberikan perhatian khusus terhadap ancaman kejahatan siber ini. Perbankan harus memastikan sistem manajemen risiko yang mereka terapkan telah sesuai dengan standar keamanan yang berlaku. Selain itu, LPS juga mengingatkan nasabah sebagai pengguna layanan perbankan agar selalu waspada terhadap berbagai modus kejahatan siber dalam melakukan transaksi secara digital.
Seperti diketahui baru-baru ini terdapat modus penipuan baru melalui undangan digital berisi apk yang dikirim ke aplikasi pesan singkat yang apabila diklik pelaku dapat mengakses informasi pribadi hingga akun bank korban dan saldo rekening korban pun bisa lenyap dalam sekejap.
LPS meminta masyarakat tidak sembarangan mengklik tautan yang dikirimkan, terutama oleh orang yang tidak dikenal. Jangan percaya dan tergiur dengan pesan undian berhadiah. Apabila menjadi korban kejahatan siber jangan ragu untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada kepolisian.
Perlu diketahui bahwa LPS hanya memberikan klaim penjaminan kepada simpanan nasabah bank yang ditutup izin usahanya oleh OJK hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank. Adapun dalam konteks nasabah menjadi korban penipuan, maka LPS tidak memiliki kewajiban mengganti kerugian nasabah selama bank tersebut masih beroperasi.