Berita Perbankan – Pada diskusi refleksi akhir tahun di Smesco, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki dengan tegas menyuarakan kebutuhan mendesak untuk segera mengesahkan Rencana Undang-Undang (RUU) Perkoperasian pada awal tahun depan. Menurutnya, revisi UU Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian merupakan kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.
Teten menekankan bahwa penundaan dalam memperbaiki kebijakan dapat menjadi ancaman serius bagi sektor koperasi di Indonesia, terutama koperasi simpan pinjam yang rentan terhadap masalah.
“Kalau tidak segera dibenahi ini jadi bom waktu, banyak koperasi simpan pinjam yang bermasalah,” ujar Teten dalam diskusi tersebut.
Teten menilai DPR lambat dalam menyelesaikan finalisasi RUU Perkoperasian, padahal RUU tersebut telah disetujui oleh Komisi VI dan Surat Presiden (Surpres) pun sudah dikeluarkan sejak bulan lalu. Dia menekankan urgensi proses ini, dan mendorong para pimpinan DPR untuk memberikan prioritas pada RUU tersebut.
“Jadi ini sangat mendesak karena itu kami terus sampaikan kepada pemimpin DPR untuk segera diprioritaskan. Saya kira tinggal menunggu di Komisi VI saja,” jelasnya.
Salah satu fokus utama dari revisi RUU Perkoperasian yang diusulkan oleh Teten adalah peningkatan pengawasan. Ia menyoroti lemahnya pengawasan dalam menghadapi pertumbuhan usaha koperasi yang semakin masif. Oleh karena itu, Teten dan timnya telah mengusulkan adanya pengawasan eksternal serta keterlibatan lembaga penjamin simpanan (LPS) khusus untuk koperasi.
Revisi ini dianggap sebagai langkah preventif untuk menghindari potensi masalah di sektor koperasi. Teten Masduki berharap agar langkah-langkah ini dapat diimplementasikan dengan cepat guna menjaga kestabilan dan pertumbuhan yang berkelanjutan di dalam dunia koperasi Indonesia.
Dengan mendukung pengesahan RUU Perkoperasian, Teten berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan sehat bagi pertumbuhan koperasi di tanah air. Pengawasan yang diperkuat dan keterlibatan LPS dalam menjamin dana simpanan anggota koperasi diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi koperasi dan masyarakat.
Dalam RUU Perkoperasian, pemerintah menitikberatkan beberapa poin kunci. Pertama, mengukuhkan identitas koperasi dengan menggabungkan jati diri koperasi dari International Cooperative Alliance (1995) dengan nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong ala Indonesia.
Kedua, melakukan modernisasi pada kelembagaan koperasi melalui pembaruan dalam ketentuan keanggotaan, struktur organisasi, modal, dan jenis usaha, serta mengakui model-model yang telah berkembang seperti koperasi syariah dan lainnya. Ketiga, meningkatkan standar tata kelola yang baik untuk mendorong koperasi-koperasi di Indonesia mematuhi standar tersebut.
Ketiga, meningkatkan standar tata kelola yang baik (good cooperative governance) untuk mendorong koperasi-koperasi di Indonesia mematuhi standar tersebut. Keempat, memperluas bidang usaha koperasi dengan menghapus pembatasan jenis usaha koperasi yang sebelumnya diatur oleh putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2013. Hal ini memungkinkan koperasi untuk beroperasi di berbagai sektor sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang mencakup lebih dari 1.790 pilihan.
Kelima, fokus pada pemberdayaan koperasi di sektor riil sebagai langkah positif untuk menjadikannya sebagai pilar utama dalam perekonomian masyarakat. Keenam, untuk melindungi anggota dan masyarakat, diusulkan pembentukan dua lembaga, yaitu Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi dan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi. Terakhir, perlu peningkatan kepastian hukum melalui pengaturan sanksi administratif dan pidana.