BeritaPerbankan – Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengeluarkan fatwa haram penggunaan uang kripto sebagai alat pembayaran maupun aset digital untuk diperjualbelikan.
Ketentuan hukum tersebut disampaian Ketua MUI Asrorun Niam Soleh dalam acara Forum Ijtima Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Kamis (11/11/2021).
Asrorun mengatakan ada tiga diktum hukum yang ditetapkan terkait penggunaan uang kripto. Pertama penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena di dalamnya terdapat gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2019 dan Peraturan BI Nomor 17 Tahun 2015.
Begitu pula dengan penggunaan uang kripto sebagai aset digital yang diperjualbelikan adalah haram karena terdapat gharar, dharar dan qimar.
Gharar diartikan sebagai ketidakpastian/ketidakjelasan kualitas suatu barang maupun kuantitas barang yang tidak sesuai takaran. Dalam gharar terdapat kezaliman yang dapat merugikan salah satu pihak.
Dharar dapat diartikan sebagai transaksi yang menimbulkan kerusakan, kerugian hingga berpotensi terjadi pemindahan hak kepemilikan kepada orang lain secara batil.
Sementara qimar diartikan sebagai ketidakjelasan akad karena di dalamnya ada unsur taruhan atau perjudian. Uang kripto juga disebutkan MUI tidak memenuhi sil’ah sesuai syariat islam karena tidak ada wujud fisiknya, nilai uang kripto memiliki fluktuasi yang tinggi, jumlah yang tidak pasti dan hak kepemilikan yang tidak jelas.
Lantas bagaimana investor menyikapi fatwa haram uang kripto oleh MUI sementara sudah terlanjur memiliki sejumlah aset kripto?
Senior Analyst and Consultant Infovesta Kapital Advisori, Praska Putrantyo mengatakan investor harus kembali kepada niat awal dan tujuan membeli aset kripto.
Praska menambahkan bahwa investasi cryptocurrency termasuk dalam kategori investasi high risk high return. Potensi imbal hasilnya memang terbilang tinggi namun risiko yang harus dihadapi investor juga tinggi.
“Untuk sikap kita sih sebenarnya harus dikaitkan melihat kembali kita pas mau masuk cryptocurrency apa yang mau dikejar,” ungkapnya pada Kamis malam, (11/11/2021).
Oleh karena itu Praska menyarankan kepada investor aset kripto untuk menentukan arah tujuan investasi yang jelas. Jika hanya spekulasi aset kripto jelas sangat berisiko tinggi dan semua risiko ditanggung sendiri oleh investor.
Berinvestasi pada aset kripto investor harus mengenal value di balik mata uang digital yang akan dibeli. Mempelajari rekam jejak fluktuasi nilai aset kripto tersebut dan melakukan analisa mendalam agar dapat membuat strategi dalam investasi.
Investor juga harus bijak dalam memarkirkan uangnya dalam investasi berisiko tinggi. Tidak disarankan mempertaruhkan seluruh harta dan aset ke dalam instrumen investasi berisiko tinggi seperti aset kripto mengantisipasi kebangkrutan jika investasi yang dipilih tidak memberikan imbal hasil positif yang diharapkan.
Apabila investor ingin membeli sejumlah uang kripto seperti bitcoin, ethereum dan lain sebagainya maka harus memperhatikan ekosistem dari mata uang digital itu sendiri.
Praska menambahkan investasi aset kripto tidak berkaitan dengan kondisi riil ekonomi, secara data juga tidak jelas sehingga memang lebih banyak potensi ke arah spekulasi.
Sementara itu MUI mengimbau umat muslim untuk menggunakan jasa keuangan dan investasi yang sesuai dengan syariat islam.
MUI juga berharap para penyedia jasa keuangan menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam melakukan berbagai transaksi keuangan.
Meski demikian MUI dapat mengizinkan perdagangan aset kripto asalkan memenuhi ketentuan syariat, memiliki landasan aset (underlying) dan manfaat yang jelas.
Salah satu pelaku industri investasi uang kripto yakni Aplikasi Pintu mengikuti pemberitaan terkait fatwa haram uang kripto oleh MUI. Aplikasi jual beli investasi aset kripto tersebut menghormati keputusan MUI yang mengharamkan uang kripto sebagai mata uang maupun komoditas yang diperjualbelikan.