BeritaPerbankan – Kebangkrutan 11 bank di paruh pertama 2024 ini membuat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) semakin gencar melakukan sosialisasi tentang program penjaminan simpanan kepada masyarakat. LPS dalam keterangannya mengatakan dicabutnya izin usaha sebelas BPR/BPRS sepanjang tahun 2024 ini tidak berdampak signifikan terhadap keberlangsungan bisnis industri perbankan secara keseluruhan.
Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto mengimbau masyarakat tetap tenang merespon hal ini. LPS memastikan kondisi perbankan, khususnya BPR/BPRS masih terpantau kuat dan stabil. Terdapat 1.600 BPR/BPRS yang masih beroperasi dan dalam kondisi yang sehat.
LPS menegaskan bahwa simpanan nasabah perbankan yang beroperasi di wilayah Indonesia dijamin oleh LPS, dengan nilai penjaminan hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Dimas meminta nasabah bank yang dilikuidasi untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank.
LPS juga menekankan kepada nasabah agar tidak percaya pada pihak-pihak yang menjanjikan bantuan dalam mengurus pembayaran klaim penjaminan simpanan dengan imbalan atau biaya yang dibebankan kepada nasabah.
Untuk mendapatkan pembayaran klaim penjaminan simpanan dari LPS, simpanan nasabah wajib memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan maupun cashback melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank seperti kredit macet.
“Agar simpanan nasabah dijamin LPS, nasabah diimbau untuk memenuhi syarat 3T LPS,” ujarnya.
Adapun proses pembayaran klaim penjaminan akan dilakukan melalui tahapan rekonsiliasi dan verifikasi, yang dilakukan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha bank tersebut. LPS akan segera melakukan likuidasi terhadap bank dan mempersiapkan pembayaran klaim penjaminan. Proses ini dilakukan dalam waktu 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya.
Dalam pelaksanaannya, hasil verifikasi terhadap data simpanan nasabah yang dilakukan oleh LPS dapat berlangsung lebih cepat dan pencairan klaim penjaminan dilakukan secara bertahap melalui bank pembayar yang telah ditunjuk oleh LPS.
LPS siap mengganti dana simpanan nasabah bank yang dilikuidasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam keterangannya, mengatakan bahwa kekayaan LPS lebih dari cukup untuk membayar simpanan nasabah bank yang dilikuidasi.
Hingga April 2024, total nilai aset LPS tercatat mencapai Rp224,66 triliun yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini. Sumber dana LPS berasal dari modal awal dari pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan pada saat bank menjadi peserta penjaminan, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari DPK dan terakhir adalah hasil investasi.
Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan nasional di sektor perbankan, LPS juga telah dan akan terus melakukan berbagai langkah preventif untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui sejumlah agenda diskusi dan workshop bersama asosiasi BPR/BPRS yaitu Perbarindo. Hal ini dilakukan sebagai respon atas bangkrutnya sejumlah BPR/BPRS, yang dalam pengamatan LPS disebabkan oleh buruknya tata kelola perusahaan dan sejumlah aksi fraud yang dilakukan oleh oknum internal bank itu sendiri.
Di sisi lain, LPS juga berkomitmen untuk terus menjalin kerjasama dengan OJK dalam memonitor kesehatan bank, sehingga LPS dapat mengetahui gejala awal jika ada bank yang bermasalah. Meski begitu, LPS menegaskan saat ini kondisi perbankan RI dalam keadaan sehat.
“Jumlah BPR saat ini ada 1600 an. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti maraknya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang berprestasi dengan berbagai inovasinya. Bagi nasabah tidak perlu khawatir karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya LPS akan menjamin simpanan nasabah,” ujar Dimas.