BeritaPerbankan – Pemerintah sedang menggodok skema Program Penjaminan Polis (PPP) untuk melindungi para nasabah asuransi jika perusahaan asuransi terpaksa dicabut izin usahanya (CIU).
Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih, menjelaskan skema pelaksanaan penjaminan polis untuk perusahaan asuransi dalam status pengawasan nantinya dimulai dengan pemeriksaan oleh LPS terhadap perusahaan asuransi.
Bilamana suatu perusahaan asuransi nantinya dicabut izin usahanya, OJK akan menyerahkan penyelesaian PPP kepada LPS. Segala bentuk hak dan wewenang perusahaan asuransi nantinya juga akan beralih ke LPS.
Langkah selanjutnya, LPS akan mengarahkan pelaksanaan likuidasi yang dibantu dengan tim likuidasi. Adapun wewenang LPS dalam pelaksanaan likuidasi antara lain:
- menjalankan hak dan wewenang perusahaan asuransi (termasuk RUPS/organ setara)
- menjual dan/atau mengalihkan aset serta kewajiban perusahaan
- memberikan talangan bagi pembayaran gaji dan pesangon pegawai yang terutang
- melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset
- memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan asuransi, membentuk tim likuidasi dan menyatakan status perusahaan dalam likuidasi.
Setelah proses likuidasi selesai, pemegang polis atau nasabah asuransi baru bisa mendapatkan kembali premi sesuai dengan hak yang telah ditentukan dalam proses tersebut. “Sebagai catatan, pendistribusian hasil likuidasi nantinya akan dilaksanakan sesuai urutan kreditur. PPP tidak berlaku apabila perusahaan asuransi melakukan self liquidation,” tegas Lana.
Program Penjaminan Polis ditargetkan baru akan berjalan di tahun 2028. Saat ini, pemerintah bersama anggota KSSK sedang menyusun peraturan pelaksanaan dari UU P2SK.