BeritaPerbankan – Amerika Serikat masih menempati posisi sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada tahun 2020 sebesar 20,93 triliun dolar AS. Jumlah tersebut menurun dari PDB tahun 2019 yang mencapai 21,43 triliun dollar AS.
Meski demikian, perolehan itu masih lebih besar dari PDB China yang kokoh sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. China mencatatkan PDB sebesar 14,7 triliun AS pada 2020.
Sementara itu Jepang dan Jerman berada pada peringkat ketiga dan keempat. PDB Jepang sebesar 5,1 triliun dollar AS dan Jerman 3,8 triliun dollar AS.
Negara-negara yang masuk dalam daftar negara perekonomian terbesar di dunia ternyata keuangannya tidak semulus yang kita bayangkan. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 nyaris tidak ada negara yang benar-benar bebas dari dampak ekonomi akibat wabah, termasuk negara adidaya Amerika Serikat.
Amerika Serikat kekinian menghadapi masalah klasik yaitu utang luar negeri (ULN) yang kian menggunung. Berusaha bangkit dari pandemi, negeri paman sam itu menggelontorkan banyak dana untuk pemulihan ekonomi, kesehatan, jaminan sosial masyarakat, dsb. Besarnya pengeluaran mau tidak mau mengharuskan negara mengambil utang luar negeri supaya pemerintahan tetap berjalan.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, meminta Kongres AS menaikan batas utang (plafon) menjadi US$ 28,4 triliun atau sekitar Rp 404.000 triliun (kurs Rp 14.250/US$).
Yellen mengatakan jika plafon tidak dinaikan maka dampak mengerikan bagi Amerika Serikat sudah di depan mata. Krisis finansial hingga negara shut down alias tidak akan beroperasi karena tidak ada lagi anggaran bagi pemerintah.
“Jika batas utang tidak dinaikkan, suatu saat di bulan Oktober, sulit untuk memprediksi kapan waktu tepatnya, saldo kas di Departemen Keuangan tidak akan mencukupi, dan pemerintah federal tidak akan mampu membayar tagihannya,” tambah Yellen.
Utang Amerika Serikat
Berdasarkan data pada Agustus 2021 utang luar negeri Amerika Serikat menyentuh angka 28,427 triliun dolar AS. Dibandingkan dengan data IMF pada tahun 2018, nominal utang tersebut naik sebesar 33 % dari 21,456 triliun dolar AS.
ULN Amerika Serikat banyak digunakan untuk penanggulangan pandemi dan membiayai perang dagang dengan China.
Pada tahun 2018 Amerika Serikat menjadi negara dengan utang terbesar di dunia. Nilainya mencapai 31 % dari total utang negara-negara di dunia. Utang Amerika Serikat mencapai 104,3% dari PDB.
Kenapa Negara Harus Berutang?
Negara sekelas Amerika Serikat, China dan Jepang sekalipun masih tetap mengandalkan utang luar negeri untuk menjalankan roda ekonomi negaranya. Sebuah negara perlu berutang untuk menambal defisit pembiayaan APBN.
Kemenkeu menjelaskan utang luar negeri diambil karena pengeluaran negara lebih besar dari pendapatan negara. Utang luar negeri diprioritaskan untuk belanja produktif seperti sektor infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.
Defisit APBN terjadi karena pendapatan negara dari perpajakan, bea cukai, PNBP, dan hibah belum mencukupi kebutuhan belanja negara.
Indonesia sendiri belum bisa lepas dari utang karena beberapa alasan. Pertama menghindari opportunity loss. Ketahanan pangan dan fasilitas kesehatan adalah dua dari prioritas belanja negara yang tidak bisa ditunda. Jika ditunda maka akan mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar di masa mendatang. Oleh sebab itu negara harus mengambil utang luar negeri agar pembiyaan sektor-sektor penting tetap berjalan sesuai kebutuhan dan rencana.
Kedua, ULN digunakan negara untuk hal-hal yang produktif, seperti pembangunan infrastruktur, dan pendidikan yang nantinya akan mewariskan sebuah legacy atau warisan aset bagi generasi penerus.
Alasan ketiga sebuah negara harus berutang adalah untuk menggerakan perekonomian. Pembiayaan proyek infrastruktur memang tidak akan dirasakan manfaatnya dalam waktu singkat. Namun nilai manfaat akan mulai terasa setelah dua atau tiga tahun proyek tersebut rampung. Misalnya pembangunan jalan tol, jalan layang yang akan membantu mobilitas masyarakat, distribusi barang akan lebih mudah dan memangkas ongkos produksi.
Beberapa contoh infrastruktur yang dibiayai dari utang pemerintah adalah MRT Jakarta, Waduk Jati Gede, dan sejumlah proyek jalur kereta api.
Negara Bisa Bangkrut Karena Utang
Yunani adalah salah satu contoh negara yang harus menyerah akibat tak sanggup lagi membayar utang yang menggunung. Pada 30 Juni 2015, Yunani dinayatakan bangkrut karena tidak bisa membayar utang kepada IMF sebesar Rp. 22 triliun.
Rasio utang Yunani terhadap PDB mencapai 175,1 %. Ini artinya besar pasak daripada tiang. Pada dasarnya wajar bila sebuah negara memiliki utang luar negeri untuk membiayai defisit APBN. Namun rasio utang terhadap PDB sebuah negara harus menjadi acuan.
Indonesia sendiri menetapkan rasio utang luar negeri terhadap PDB maksimal 60 %. Hal itu yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003.
Meski demikian ada juga negara-negara yang catatan rasio utangnya lebih dari 100 persen, berdasarkan data tahun 2014, diantaranya Jepang, Amerika Serikat, Italia, Portugal, Yunani dan Belgia. Dari keenam negara tersebut hanya Yunani yang bangkrut. Lantas mengapa Amerika dan Jepang tidak ikut bangkrut, padahal rasio utang Jepang mencapai 227,2% dan Amerika Serikat 101,5% ?
Alasan Amerika Serikat dan Jepang Masih Tangguh
Meski banyak utang namun Amerika Serikat dan Jepang masih menjadi negara maju dan masuk jajaran negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Sementara nasib berbeda dialami Yunani.
Ekonom UGM, Tony Prasetiantono dikutip dari detik.com mengatakan Jepang berutang ke rakyat sendiri bukan ke luar negeri. Sedangkan pemerintah Amerika Serikat masih mendapatkan kepercayaan dari pasar keuangan dunia. Menurut Tonny hampir warga dunia percaya Amerika Serikat tidak akan bangkrut.
Amerika Serikat memiliki modal SDM yang mumpuni, ditunjang kecanggihan teknologi dan kekayaan alam yang berlimpah. Amerika Serikat memiliki cadangan minyak terbesar di dunia dengan jumlah 1 triliun barel.
Rilis Data Bank Dunia Utang Luar Negeri Negara di Dunia
Berdasarkan laporan bertajuk International Debt Statistics 2021 Second Edition total nilai Utang Luar Negeri (ULN) dari 120 negara berpendapatan menengah rendah mencapai US$ 8,4 triliun atau Rp 117.600 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Bank Dunia mengatakan jumlah utang luar negeri dunia ini merupakan yang terparah sejak Perang Dunia dan Perang Dunia II. Pandemi COVID-19 menjadi biang kerok tingginya utang luar negeri negara-negara di dunia.
Bank dunia mencatat 10 negara berpenghasilan menegah dan rendah dengan jumlah utang terbesar hingga kuartal III-2020.
China memimpin klasemen negara dengan utang terbesar. China menyumbang 28 % dari total seluruh utang luar negeri negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
Indonesia sendiri berada pada posisi nomor 7, meskipun penambahan utang Indonesia hingga kuartal III-2020 hanya 1 %.
Berikut 10 negara dengan utang luar negeri terbanyak hingga kuartal III-2020:
1. China
2. Brazil
3. Rusia
4. Turki
5. India
6. Meksiko
7. Indonesia
8. Argentina
9. Afrika Selatan
10. Thailand