BeritaPerbankan – Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin operasional 15 Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Jumlah ini mencapai angka tertinggi dalam beberapa tahun terakhir, dan menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sudah melampaui batas rata-rata tahunan bank yang dtutup.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan bahwa pada umumnya, terdapat sekitar 6 hingga 7 BPR yang tutup setiap tahunnya. Penyebab utama dari kejatuhan BPR tersebut adalah mismanajemen, terutama yang dilakukan oleh pemiliknya.
“Setiap tahun ada sekitar 6 hingga 7 BPR yang jatuh, kebanyakan karena pengelolaan yang buruk dari pihak pemilik,” jelas Purbaya.
Dalam upaya menyelamatkan BPR yang bermasalah, LPS telah mengalokasikan anggaran untuk menolong 12 BPR sepanjang tahun ini. Namun, dengan jumlah BPR yang tutup sudah mencapai 15, anggaran tersebut telah terlampaui. Purbaya menjelaskan bahwa kondisi ini masih bisa terus berkembang. Jumlah BPR yang mengalami masalah bisa saja bertambah, tergantung situasi keuangan dan ekonomi yang ada.
“Kami anggarkan untuk 12 BPR, tetapi angka tersebut bisa berubah, bisa lebih banyak atau lebih sedikit, tergantung perkembangan situasi,” ujarnya saat memberikan keterangan kepada media setelah Rapat Kerja Komisi XI DPR.
Selain faktor-faktor internal seperti manajemen yang buruk, program konsolidasi BPR yang dijalankan oleh OJK juga turut mempengaruhi jumlah bank yang tutup tahun ini. Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan dan operasional BPR yang lebih kecil melalui merger atau akuisisi, namun dalam prosesnya, beberapa BPR justru memilih untuk menutup usaha mereka.
“OJK waktu itu memberikan angka 12 BPR yang berpotensi jatuh, tapi dengan perkembangan yang ada, angka tersebut bisa berubah. Kami masih menunggu perkembangan lebih lanjut,” tambahnya.
Purbaya memastikan seluruh bank yang dicabut izin usahanya tersebut merupakan peserta program penjaminan simpanan LPS. Dengan demikian simpanan nasabah dijamin oleh LPS hingga Rp2 miliar per nasabah per bank. Sebagian besar simpanan nasabah sudah mendapatkan pembayaran klaim penjaminan simpanan.
Tahun ini LPS melaporkan telah berhasil mempercepat proses pembayaran klaim simpanan nasabah hanya dalam 5 hari kerja, terhitung sejak bank ditutup.
LPS menjamin dana simpanan nasabah di seluruh bank yang beroperasi di wilayah Indonesia, dengan 3 syarat utama yaitu simpanan wajib tercatat dalam sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak terlibat tindak pidana perbankan yang merugikan bank.
Berikut adalah daftar 15 BPR yang telah kehilangan izin operasionalnya tahun ini:
1. BPR Wijaya Kusuma
2. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
3. BPR Usaha Madani Karya Mulia
4. BPR Pasar Bhakti Sidoarjo
5. BPR Purworejo
6. BPR EDC Cash
7. BPR Aceh Utara
8. BPR Sembilan Mutiara
9. BPR Bali Artha Anugrah
10. BPRS Saka Dana Mulia
11. BPR Dananta
12. BPR Bank Jepara Artha
13. BPR Lubuk Raya Mandiri
14. BPR Sumber Artha Waru Agung
15. BPR Nature Primadana Capital
LPS menegaskan bahwa kondisi perbankan nasional, termasuk BPR, masih relatif kuat dan aman di tengah penutupan 15 bank tahun ini. Terlebih, masih terdapat lebih dari 1.500 BPR yang beroperasi di berbagai wilayah di tanah air. Meski demikian, sektor BPR masih menghadapi tantangan besar dalam hal manajemen dan daya tahan terhadap tekanan ekonomi. Para pemangku kepentingan didorong untuk terus memperkuat pengawasan dan pengelolaan perbankan.
Purbaya menambahkan bahwa diperlukan upaya yang lebih kuat dari berbagai pihak, termasuk pemilik BPR dan regulator, untuk memperbaiki kondisi ini dan mencegah lebih banyak BPR yang gagal di masa mendatang. Penting bagi pemangku kepentingan untuk terus memperkuat pengawasan dan pengelolaan di sektor perbankan, khususnya di kalangan BPR yang melayani masyarakat di daerah-daerah terpencil.