BeritaPerbankan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi mencabut izin usaha dua Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Padang dan Sidoarjo, hanya dalam waktu dua hari berturut-turut. PT BPR Lubuk Raya Mandiri di Kota Padang dicabut izin operasionalnya pada 23 Juli 2024, sementara PT Bank Perekonomian Rakyat Sumber Artha Waru Agung, Sidoarjo ditutup pada 24 Juli 2024.
OJK menyatakan bahwa pada 21 Desember 2023, BPR Sumber Artha Waru Agung telah ditetapkan dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan (BDP) karena Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) berada di bawah standar (negatif 17,54 persen) dan Tingkat Kesehatan(TKS) berpredikat “Tidak Sehat”.
Pada 9 Juli 2024, OJK menetapkan PT BPR Sumber Artha Waru Agung dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi (BDR) setelah memberikan waktu yang cukup untuk perbaikan termasuk masalah permodalan, sesuai dengan POJK Nomor 28 Tahun 2023. Namun demikian Pengurus dan Pemegang Saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR, sehingga berujung pada pencabutan izin usaha bank tersebut.
“OJK mengimbau kepada nasabah PT BPR Sumber Artha Waru Agung agar tetap tenang karena dana masyarakat pada perbankan termasuk BPR dijamin oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata OJK.
OJK meminta nasabah kedua bank tersebut untuk tetap tenang, karena Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjamin dana nasabah melalui program penjaminan simpanan. Selain itu, LPS juga akan mengambil alih pengelolaan aset bank untuk dilikuidasi.
LPS akan membentuk Tim Likuidasi yang bertugas melaksanakan pembayaran klaim simpanan nasabah, menjalankan proses likuidasi aset-aset bank serta memfasilitasi layanan bagi debitur bank untuk melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor BPR Lubuk Raya Mandiri dan BPR Sumber Artha Waru Agung dengan menghubungi Tim Likuidasi LPS.
Sekretaris LPS, Annas Iswahyudi, meminta seluruh nasabah BPR Lubuk Raya Mandiri dan BPR Sumber Artha Waru Agung untuk tetap tenang dan menunggu hasil rekonsiliasi dan verifikasi yang dilakukan oleh LPS secara bertahap dalam kurun waktu 90 hari kerja, terhitung sejak bank dicabut izin usahanya, untuk mengetahui status simpanan nasabah apakah masuk dalam kategori layak bayar atau tidak, sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam program penjaminan simpanan.
Annas menjelaskan bahwa jaminan ini hanya diberikan kepada simpanan nasabah yang memenuhi kriteria 3T, yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima suku bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak menyebabkan bank gagal seperti kredit macet dan tindak pidana perbankan lainnya.
“LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar. Rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bersumber dari dana LPS,” kata Annas.
LPS siap mengembalikan dana simpanan nasabah bank yang ditutup hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, yang akan dicairkan melalui bank pembayar yang telah ditunjuk oleh LPS. Nasabah dapat memantau proses pembayaran klaim dan likudiasi bank melalui laman www.lps.go.id atau pengumuman di kantor bank yang bersangkutan dan Pusat Layanan Informasi (Puslinfo) LPS di 154.
Annas juga meminta nasabah tidak terpengaruh dengan tawaran oknum-oknum yang menjanjikan pengurusan pembayaran klaim yang lebih cepat, dengan imbalan sejumlah uang. LPS menegaskan seluruh proses ini dilakukan secara terbuka, transparan dan tanpa dikenakan biaya apapun kepada nasabah.
Sepanjang tahun 2024 berjalan, OJK telah mencabut 14 izin usaha BPR, yakni BPR Sumber Artha Waru Agung di Sidoarjo, BPR Lubuk Raya Mandiri di Padang, BPR Jepara Artha Jepara, BPR Dananta di Kudus, BPRS Saka Dana Mulia di Kudus, BPR Bali Artha Anugrah di Bali, BPR Sembilan Mutiara di Sumatra Barat, BPR Usaha Madani Karya Mulia di Surakarta, BPR Wijaya Kusuma di Madiun, BPRS Mojo Artho di Mojokerto, BPR Bank Pasar Bhakti di Sidoarjo, Perumda BPR Bank Purworejo, BPR EDCASH di Tangerang, dan BPR Aceh Utara di Aceh.
OJK dan LPS menerangkan bahwa fenomena tutupnya sejumlah bank di tahun 2024 tidak terkait dengan kondisi perekonomian nasional. Mayoritas bank dicabut izin usahanya karena tata kelola perusahaan yang bermasalah dan adanya dugaan tindakan fraud yang dilakukan oleh oknum pengurus bank tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan memberikan toleransi terhadap BPR yang mengabaikan upaya resolusi terkait permasalahan yang dihadapi oleh bank. OJK telah memberikan waktu kepada bank bermasalah untuk segera melakukan perbaikan, namun jika tidak kunjung diselesaikan, maka OJK berwenang mencabut izin usaha bank tersebut, untuk selanjutnya dilikuidasi oleh LPS.
“Jadi kalau sudah fundamentalnya parah, apalagi kemudian ada fraud sudah pasti kami akan tutup,” kata dia.
OJK melaporkan penurunan jumlah BPR dari 1.608 entitas pada 2022 menjadi 1.575 entitas pada 2023. Per April 2024, jumlah BPR dan BPRS tercatat 1.562, dengan 1.206 di antaranya memiliki modal inti di atas Rp 6 miliar, dan 103 memiliki modal inti di atas Rp 50 miliar. Selain itu, 48 BPR/BPRS telah melakukan konsolidasi, sehingga menyusut menjadi 15 entitas.