BeritaPerbankan – Menindaklanjuti mandat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kini tengah merancang Program Penjaminan Polis (PPP), yang bertujuan memperkuat industri asuransi di Indonesia.
LPS selama ini dikenal dengan perannya dalam menjamin simpanan nasabah perbankan. Namun, dengan amanat baru yang tercantum dalam UU P2SK, LPS kini akan diperluas fungsinya untuk menjamin polis asuransi. Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih terintegrasi dan mampu melindungi berbagai sektor, termasuk asuransi.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam keterangannya, menyampaikan bahwa program ini dijadwalkan mulai beroperasi pada Januari 2028 atau lima tahun sejak UU P2SK disahkan. Ia menambahkan, LPS juga terus melakukan berbagai persiapan, mulai dari regulasi, sumber daya manusia, teknologi hingga kriteria perusahaan asuransi yang bisa bergabung dalam program penjaminan polis.
LPS menegaskan bahwa hanya perusahaan asuransi dengan kriteria kesehatan tertentu yang bisa menjadi peserta program penjaminan polis. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi moral hazzard, serta menjadi filter bagi masyarakat agar dapat memilih produk dari perusahaan asuransi yang dijamin oleh LPS guna mencegah terjadinya kasus gagal bayar.
Purbaya menambahkan, saat ini LPS dan OJK masih merumuskan kriteria perusahaan asuransi yang sehat, produk asuransi yang dijamin dan besaran nilai penjaminan yang diberikan. LPS menargetkan seluruh regulasi selesai pada tahun 2027 dan siap direalisasikan mulai tahun 2028.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa pembentukan Program Penjamin Polis merupakan upaya untuk menciptakan iklim kepercayaan yang lebih tinggi di sektor asuransi. Saat menghadiri acara Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Bali pada Kamis (10/10), Ogi menegaskan bahwa kepercayaan masyarakat adalah kunci utama dalam mendorong pertumbuhan sektor asuransi.
Industri asuransi, yang memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan finansial individu maupun korporasi, memerlukan dukungan yang kuat dari pemerintah untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Dengan adanya penjaminan polis, masyarakat diharapkan lebih percaya diri dalam menggunakan produk asuransi, yang secara otomatis akan memperkuat posisi industri asuransi nasional.
Program Penjaminan Polis juga diharapkan dapat mengantisipasi sejumlah risiko, terutama terkait dengan kemungkinan kebangkrutan perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul akibat kesalahan dalam pengelolaan perusahaan atau akibat faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi global. Dengan adanya penjaminan, pemegang polis tidak perlu khawatir akan kehilangan dana mereka jika perusahaan asuransi mengalami masalah keuangan.
“Risiko yang muncul akibat kesalahan manajemen atau perubahan kondisi ekonomi bisa berdampak serius pada perusahaan asuransi. Oleh karena itu, perlindungan melalui penjaminan polis menjadi penting dalam menjaga stabilitas sektor ini.” tambah Ogi.
Stabilitas sistem keuangan juga menjadi salah satu perhatian utama dalam pembentukan Program Penjaminan Polis. Gagalnya sebuah perusahaan asuransi bisa merambat ke sektor lain dan memicu ketidakstabilan yang lebih luas. Dengan adanya program ini, diharapkan dampak sistemik dari kegagalan perusahaan asuransi dapat diminimalkan, sehingga sektor keuangan tetap kokoh.
Selain membentuk Program Penjaminan Polis, OJK dan LPS juga menyoroti pentingnya peningkatan literasi keuangan di masyarakat. Salah satu cara untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul dari kesalahan pengelolaan keuangan pribadi atau perusahaan adalah melalui pemahaman yang lebih baik mengenai produk-produk asuransi dan risiko yang terkait.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 dari OJK menunjukkan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan. Indeks literasi keuangan nasional saat ini mencapai 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan berada di angka 75,02%. Dengan adanya gap atau selisih sebesar 9,59%, OJK terus berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan, termasuk asuransi.
Program Penjaminan Polis diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya asuransi sebagai instrumen perlindungan keuangan. Masyarakat yang lebih paham tentang risiko dan manfaat produk asuransi akan lebih bijak dalam memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka, serta lebih siap menghadapi berbagai risiko finansial di masa depan.