BeritaPerbankan – Kenaikan suku bunga acuan berpotensi mempengaruhi suku bunga simpanan dan kredit perbankan. Namun di tengah tantangan ekonomi saat ini, industri perbankan akan lebih berhati-hati sebelum menaikkan suku bunga simpanan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang Pengkajian & Pengembangan Perbanas, Aviliani. Meskipun Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan pada bulan Agustus dan September 2022, akan tetapi perbankan belum akan menyesuaikan suku bunga simpanan dalam waktu dekat.
Bank akan memperhatikan kemampuan dan risiko debitur sebelum menaikkan suku bunga kredit. Sebab jika bank langsung menaikkan bunga kredit sementara debitur belum memiliki kesiapan membayar akan menimbulkan risiko kredit macet yang merugikan bank.
“Karena akan dilihat kalau debitur menaikkan suku bunga, lalu tidak bisa bayar, kan sebenarnya bank mengalami kerugian, jadi kredit macet,” kata Aviliani dalam CNBC Indonesia Awards 2022, Rabu (26/10/2022).
Aviliani mengatakan perbankan akan menganalisa risiko dan kemampuan bayar debitur. Kenaikan suku bunga simpanan akan menunggu jatuh tempo deposito, yang diperkirakan akan membutuhkan waktu 1-2 bulan untuk melakukan penyesuaian suku bunga simpanan terhadap kenaikan suku bunga acuan.
Aviliani meminta pemerintah dan Bank Indonesia mampu mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah, sebab hal itu turut mempengaruhi biaya produksi perusahaan sehingga cashflow mereka terganggu dan perusahaan berpotensi mengurangi kredit.
Aviliani menambahkan restrukturisasi perlu diperpanjang oleh OJK sebab ada sebagian debitur yang tidak memiliki kemampuan membayar angsuran dan bunga cicilan.
“Dengan kenaikan suku bunga ini kita lihat ada sebagian yang memang perlu restrukturisasi apabila mereka tidak ada kemampuan untuk tidak hanya membayar bunga tetapi juga angsuran,” ujar Aviliani.
Restrukturisasi juga harus dilihat dari aspek khusus, tidak hanya restrukturisasi berdasarkan sektor tertentu namun lebih jauh lagi mempertimbangkan mereka yang berdampak pada meningkatnya angka pengangguran sehingga akan mempengaruhi kemampuan membayar kredit.
“Arahnya restrukturisasi akan diberikan kembali tetapi by sector, by region. Tetapi melihat kondisi sekarang dengan suku bunga seperti ini perlu dipertimbangkan kembali tidak hanya by region, by sector, tetapi mulai dilihat mereka yang akan berdampak pada penganguran. Kemudian akan berdampak pada pinjaman mereka juga,” kata Aviliani.
Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan koordinasi yang baik antara anggota KSSK yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK dan LPS. Terakhir Aviliani mengatakan jika debitur selamat maka perbankan juga akan selamat.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19 Oktober hingga 20 Oktober 2022, BI mengumumkan kenaikan BI7DRR sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility naik 50 bps menjadi 4,00 persen dan suku bunga Lending Facility naik 50 bps menjadi 5,50 persen.
Di sisi lain LPS juga telah memperbaharui suku bunga penjaminan untuk periode 1 Oktober 2022 hingga 31 Januari 2023 menjadi 3,75 persen untuk simpanan rupiah di bank umum, 0,75 persen simpanan dalam valuta asing dan 6,25 persen untuk simpanan di BPR.