BeritaPerbankan – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa simpanan emas yang terkait dengan kegiatan bank bulion atau gold bullion bank di Indonesia tidak termasuk dalam kategori simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Nasrullah, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya di OJK.
Ahmad menuturkan bahwa meskipun simpanan emas memiliki kemiripan dengan dana pihak ketiga (DPK) yang biasanya dijamin oleh LPS hingga nilai Rp2 miliar per nasabah per bank, simpanan emas tidak memenuhi syarat karena denominasi emas tersebut tidak dinyatakan dalam bentuk rupiah. Ia menegaskan bahwa simpanan emas tidak masuk dalam klasifikasi yang diatur perbankan sebagai simpanan masyarakat yang dijamin LPS.
“Karena denominasi emas yang digunakan tidak berbentuk rupiah, simpanan emas ini tidak dikategorikan sebagai simpanan yang dijamin oleh LPS,” jelas Ahmad dalam sesi media briefing yang berlangsung pada Selasa, 10 Desember 2024.
Meskipun simpanan emas tidak dijamin oleh LPS, OJK memastikan bahwa keamanan penyimpanan emas secara fisik tetap menjadi prioritas utama. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang menjalankan kegiatan bulion diwajibkan untuk mematuhi standar internasional terkait fasilitas penyimpanan emas atau vault.
“Fasilitas penyimpanan harus memenuhi standar internasional yang sangat ketat. Jadi, keamanan fisik emas akan tetap terjaga dengan baik,” ujar Ahmad.
OJK secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion. Peraturan ini diberlakukan mulai 18 Oktober 2024 dan mengatur berbagai aspek terkait kegiatan usaha bulion, yang mencakup penyimpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, serta penitipan emas. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang telah memperoleh izin resmi dari OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya di OJK, Agusman, menjelaskan bahwa POJK Nomor 17 Tahun 2024 merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Undang-undang ini mengamanatkan kepada LJK untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha bulion secara resmi dan teratur.
“Peraturan ini merupakan langkah penting dalam mendukung penyelenggaraan kegiatan usaha bulion di Indonesia, dan menjadi acuan bagi LJK untuk menjalankan usaha terkait emas secara profesional dan aman,” ujar Agusman.
Dalam POJK Nomor 17 Tahun 2024, terdapat beberapa pokok penting yang diatur, antara lain:
1. Cakupan Kegiatan Usaha Bulion – Menjelaskan ruang lingkup kegiatan yang diperbolehkan dalam usaha bulion, termasuk simpanan, perdagangan, dan pembiayaan emas.
2. Persyaratan LJK – Menetapkan standar yang harus dipenuhi oleh LJK yang ingin menyelenggarakan kegiatan usaha bulion, seperti persyaratan permodalan dan tata kelola.
3. Mekanisme Perizinan – Proses perizinan yang harus dilalui oleh LJK untuk bisa beroperasi dalam kegiatan usaha bulion.
4. Tahapan Pelaksanaan – Proses bertahap yang harus dipenuhi dalam menjalankan kegiatan bulion, termasuk penerapan standar internasional.
5. Penerapan Prinsip Kehati-hatian – Mengatur tata kelola perusahaan yang baik serta manajemen risiko yang harus diikuti oleh LJK.
6. Program Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme – Menjamin bahwa setiap LJK menerapkan program anti-pencucian uang serta mencegah pendanaan terorisme, proliferasi senjata pemusnah massal, serta menerapkan strategi antifraud dan perlindungan konsumen.
7. Pelaporan – Kewajiban pelaporan secara berkala kepada OJK terkait kegiatan usaha bulion yang dijalankan.
Dengan diberlakukannya POJK ini, OJK berharap agar kegiatan usaha bulion dapat berjalan secara transparan, aman, dan sesuai dengan standar internasional yang berlaku. Hal ini juga diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat yang berinvestasi atau terlibat dalam transaksi emas di Indonesia.
Untuk memastikan bahwa kegiatan usaha bulion dapat dijalankan dengan baik, OJK memberikan pengawasan ketat terhadap LJK yang ingin terlibat dalam sektor ini. LJK yang berminat untuk menyelenggarakan usaha bulion harus memenuhi serangkaian persyaratan ketat, baik dari sisi permodalan, manajemen risiko, maupun kepatuhan terhadap standar keamanan internasional.
Pengawasan ketat ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan atau ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha bulion, serta memastikan bahwa setiap LJK yang beroperasi dalam sektor ini memiliki integritas dan komitmen tinggi terhadap keamanan dan perlindungan konsumen.
Dengan regulasi yang lebih jelas dan pengawasan yang lebih ketat, OJK optimis bahwa kegiatan usaha bulion di Indonesia dapat berkembang dengan baik dan mampu memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.