BeritaPerbankan – Sepanjang tahun 2024 berjalan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencabut izin usaha 13 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan 2 BPR Syariah (BPRS). Tindakan ini diambil sebagai bagian dari upaya OJK dalam menjaga stabilitas industri perbankan serta melindungi kepentingan nasabah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah dilakukan serangkaian pengawasan terhadap kinerja dan operasional bank-bank tersebut. Dian menambahkan bahwa pencabutan izin usaha 15 BPR/BPRS tahun 2024 ini dilakukan karena para pemegang saham serta pengurus bank tidak mampu melakukan penyehatan terhadap bank yang mereka kelola, sesuai dengan batas waktu yang diberikan.
“Kebanyakan kasus ini terjadi karena adanya penyimpangan dalam operasional bank. Pemegang saham dan pengurus bank tidak berhasil mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menyehatkan bank, sehingga tindakan pencabutan izin usaha menjadi pilihan terakhir,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dian menegaskan bahwa OJK terus melakukan pengawasan secara ketat terhadap bank-bank yang mengalami masalah. Hal ini termasuk memastikan bahwa rencana penyehatan yang telah disusun benar-benar dijalankan oleh pihak bank yang bersangkutan.
Jika sampai batas waktu yang ditentukan, kondisi bank tetap memburuk atau tidak ada perbaikan signifikan, OJK akan mengambil langkah lebih lanjut, yaitu menempatkan bank tersebut dalam kategori Bank Dalam Resolusi dan berkoordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk penanganan lebih lanjut.
“Tindakan terakhir yang dapat kami lakukan adalah mencabut izin usaha dari BPR atau BPRS yang bersangkutan jika kondisi bank tidak membaik,” ungkap Dian.
Berdasarkan data dari OJK, beberapa BPR yang izinnya telah dicabut antara lain adalah PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung Sidoarjo, PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, PT BPR Dananta, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia, dan Koperasi BPR Wijaya Kusuma.
Sementara itu, dua BPRS yang izinnya dicabut adalah PT BPRS Saka Dana Mulia dan PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda).
Dalam kasus pencabutan izin usaha bank, peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sangat penting, terutama dalam melindungi dan memastikan dana nasabah tetap aman. LPS mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, pihaknya telah menyelamatkan simpanan nasabah dari 15 BPR yang mengalami kebangkrutan setelah izinnya dicabut.
Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, menyebutkan bahwa total dana yang telah dicairkan untuk membayar simpanan nasabah dari 15 BPR ini hampir mencapai Rp900 miliar. Jumlah tersebut berasal dari 108.288 rekening nasabah yang terkena dampak kebangkrutan bank.
“Dari hasil verifikasi yang kami lakukan, sebanyak 99,23% rekening atau sekitar 107.457 rekening sudah layak untuk dibayar dengan total simpanan layak bayar sebesar Rp719,37 miliar,” ungkap Didik.
Hingga saat ini, LPS telah mencairkan pembayaran simpanan layak bayar sebesar Rp658,79 miliar. Didik juga menjamin bahwa LPS masih memiliki anggaran yang cukup untuk menjamin simpanan nasabah bank yang bermasalah, dengan total anggaran mencapai Rp1,2 triliun.
Penutupan sejumlah BPR sepanjang tahun 2024 tidak terlepas dari implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). UU ini memberikan kewenangan lebih luas kepada OJK dan LPS dalam melakukan tindakan pengawasan dan penjaminan simpanan nasabah, khususnya bagi bank-bank yang berada dalam kondisi kritis.
Sejak penerapan UU P2SK, OJK telah mencabut izin usaha delapan BPR yang dinyatakan bangkrut. Ditambah dengan tujuh BPR lainnya yang izinnya dicabut pada paruh kedua tahun ini, total menjadi 15 BPR yang tidak lagi beroperasi.
Meskipun terjadi pencabutan izin usaha terhadap sejumlah BPR dan BPRS, LPS memastikan bahwa nasabah tidak perlu khawatir tentang dana mereka. LPS telah menyiapkan dana yang cukup untuk menjamin simpanan nasabah di Indonesia. Hingga Agustus 2024, LPS telah menjamin simpanan sebanyak 15,81 juta rekening nasabah di berbagai BPR dan BPRS di seluruh Indonesia.