BeritaPerbankan – Dalam Draft Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau Omnibus Law Keuangan Pasal 65 ayat 1 Bab VIII tentang Program Penjaminan Polis, menunjuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penyelenggara penjaminan polis asuransi.
Menanggapi hal itu, Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan lembaganya siap menjalankan amanah yang tertuang dalam Draft RUU PPSK tentang penjaminan polis asuransi.
Purbaya mengaku pihaknya telah menerima draft dan masih terus mempelajari secara detail tugas, fungsi dan wewenang sebagai penyelenggara program penjaminan polis asuransi.
“DPR nanti akan menyerahkan ke pemerintah, kita pelajari secara detail baru kita beri respons seperti apa. Tapi yang jelas LPS tidak bisa mengelak lagi sepertinya penjaminan asuransi akan diserahkan kepada LPS,” ujarnya.
Mengacu pda draft Omnibus Law Keuangan, LPS akan mendapatkan tugas baru menjamin polis asuransi bagi pemegang polis, tertanggung maupun peserta.
LPS nantinya memiliki kewenangan menjalankan program penjaminan polis, menetapkan iuran awal dan iuran berkala dari perusahaan asuransi peserta program penjaminan polis hingga merumuskan syarat dan ketentuan pembayaran klaim penjaminan polis.
Secara umum program penjaminan polis tidak berbeda jauh dengan penjaminan simpanan nasabah perbankan yang sudah dilakukan LPS sejak tahun 2005. LPS akan membayar saldo rekening nasabah bank yang dilikuidasi maksimal Rp 2 miliar.
Hingga saat ini LPS belum mau merespon lebih detail soal syarat dan ketentuan klaim penjaminan polis, sebab Draft RUU PPSK masih dalam pembahasan DPR bersama Pemerintah.
Namun Purbaya memahami desakan dari pelaku industri asuransi dan pemegang polis untuk segera membentuk lembaga penjamin polis agar iklim usaha sektor asuransi menjadi lebih baik dan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan asuransi terus meningkat karena polis asuransi akan dijamin LPS.
RUU PPSK diproyeksikan akan rampung pada akhir tahun 2022. Purbaya berharap masa transisi akan berlangsung selama 3 hingga 5 tahun sebab industri asuransi kekinian memiliki permasalahan yang cukup kompleks sehingga perlu waktu lebih untuk membenahi sengkarut yang selama ini menyelimuti industri asuransi nasional.
“Masa transisinya tergantung, mungkin 3 sampai 5 tahun. Saya harap 5 tahun karena kita tahu industri asuransi masih kusut dan asuransi juga cukup kompleks permasalahannya. Saya tidak mau begitu dimulai sebulan lalu ambruk. Uang kita tidak cukup,” tutup Purbaya.