BeritaPerbankan – Kompensasi pada BBM subsidi bertambah berat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini. Terkait dengan menipisnya kuota BBM subsidi, pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyakarat dengan memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.
Pemerintah masih menggodok opsi pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan solar. Salah satu pilihan dengan melarang kendaraan yang masuk kategori tidak layak mendapat instentif. Salah satu opsi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi adalah dengan menetapkan jenis dan spesifikasi kendaraan yang berhak dan tidak berhak menggunakan BBM bersubsidi.
Melalui pembatasan tersebut pemerintah juga akan memperbaik tata kelola penyaluran subsidi BBM agar tepat sasaran, saat ini upaya tersebut pun telah dilakukan pendaftaran melalui website subsiditepat.mypertamina.id dan aplikasi MyPertamina.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah telah menggelontorkan APBN dalam jumlah tidak sedikit untuk subsidi BBM, yakni lebih dari Rp 502 triliun. Tujuannya, agar harga sejumlah jenis BBM seperti Pertalite dan Pertamax masih di bawah harga keekonomian dan ramah kantong konsumen. Hal ini menjadi salah satu cara untuk menahan kenaikan angka inflasi.
“Kita lihat harga keekonomian Pertamax Rp 15.150 per liter. Namun kita masih memberikan harga eceran Rp 12.500 per liter. Demikian juga Pertalite, harga keekonomiannya Rp 13.150 per liter, ecerannya masih Rp 7.650 per liter,” papar Airlangga dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).
Airlangga lantas membandingkannya dengan harga BBM di sejumlah negara tetangga, sebut saja Thailand, Vietnam dan Filipina. Namun, dia tidak merinci harga tersebut untuk BBM jenis apa. “Di negara lain misal Thailand, di Rp 19.500 (per liter), Vietnam Rp 16.645 per liter. Filipina Rp 21.352 (per liter). Sehingga kita relatif masih di bawah negara ASEAN lain,” terang dia.
Adapun subsidi BBM ini dijaga agar tidak menimbulkan laju inflasi tinggi seperti yang sekarang terjadi di banyak negara. Untuk itu pemerintah terus mengerahkan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah untuk mendorong agar program kebijakan terkait keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi juga komunikasi secara efektif dengan masyarakat.