BeritaPerbankan – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merencanakan penarikan utang baru senilai Rp775,9 triliun untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025, yang merupakan APBN pertama di bawah pemerintahan Prabowo Subianto.
Rencana ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang dirilis setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Pidato Kenegaraan terkait RAPBN 2025 dan Nota Keuangan di DPR pada Jumat (16/8/2024).
RAPBN 2025 dirancang dengan defisit sebesar 2,53%, setara dengan Rp616,2 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan target tahun ini yang sebesar 2,29% atau Rp522,8 triliun. “Defisit akan terus dijaga pada tingkat yang aman, meskipun dapat berubah seiring dengan dinamika ekonomi. Pembiayaan akan dikelola dengan prinsip kehati-hatian, inovatif, dan produktif,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers pada Jumat (16/8/2024).
Dalam dokumen tersebut, Sri Mulyani merencanakan pembiayaan utang untuk tahun depan sebesar Rp775,9 triliun, yang meningkat sebesar Rp222,8 triliun dibandingkan dengan proyeksi pembiayaan utang tahun ini yang sebesar Rp553,1 triliun. Utang ini bukan hanya untuk menutupi kebutuhan APBN, tetapi juga diarahkan untuk mendukung pengembangan pasar keuangan domestik.
Pemerintah melihat utang sebagai instrumen tidak hanya untuk menutupi kebutuhan APBN, tetapi juga sebagai pendorong terciptanya pasar keuangan domestik yang dalam, aktif, likuid, inklusif, dan efisien.
Pengelolaan utang akan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian untuk memastikan keselarasan fiskal dan mengurangi risiko fiskal. “Batasan rasio utang 60% terhadap PDB dan defisit APBN 3% terhadap PDB merupakan bentuk disiplin fiskal untuk memastikan utang pemerintah tetap aman dan terkendali,” demikian tertulis dalam dokumen tersebut.
Dalam RAPBN 2025, pembiayaan utang sebesar Rp775,9 triliun akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman senilai Rp133,3 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp642,6 triliun. Alokasi pinjaman dalam negeri senilai Rp5,2 triliun sedangkan pinjaman luar negeri senilai Rp128,1 triliun.
Pinjaman ini akan lebih banyak dimanfaatkan untuk mendukung proyek-proyek prioritas pemerintah. Sementara itu, pembiayaan utang dari SBN akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara.