BeritaPerbankan – Melonjaknya harga komoditas tambang telah berdampak nyata bagi penerimaan negara, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Realisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) hingga kini tercatat telah mencapai Rp 118,34 triliun atau 279,32% dari rencana target penerimaan tahun 2022 ini yang sebesar Rp 42,37 triliun.
Hal tersebut berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per Senin, 3 Oktober 2022. “Rencana penerimaan negara 2022 Rp 42,37 triliun. Realisasi Rp 118,34 triliun atau 279,32%,” tulis MODI Kementerian ESDM.
Dari penerimaan negara sektor pertambangan mineral dan batu bara tersebut, mayoritas atau sekitar 70%-80% berasal dari pertambangan batu bara dan selebihnya mineral, seperti nikel, tembaga, emas, timah, dan lainnya.
Adapun penghasilan tertinggi terjadi pada Juli 2022 yakni mencapai Rp 12,55 triliun untuk penjualan hasil tambang, lalu royalti Rp 7,4 triliun, sewa lahan (deadrent) Rp 0,04 triliun, dan pendapatan lain-lain Rp 0,1 triliun.
Untuk September 2022 tercatat penjualan hasil tambang baru sebesar Rp 5,54 triliun, royalti Rp 7,15 triliun, deadrent Rp 0,03 triliun, dan pendapatan lain-lain Rp 0,03 triliun. Namun demikian, data September tersebut masih berpotensi diperbarui.
Harga batu bara kian melejit sejak awal tahun ini, terutama ketika Perang Rusia-Ukraina pecah sejak 24 Februari 2022 lalu. Harga batu bara sempat mencapai puncaknya pada 5 September 2022 sebesar US$ 463,75. Meskipun setelahnya mengalami penurunan, namun harga batu bara masih bertahan di atas US$ 400 per ton.
Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi memperkirakan harga batu bara akan bergerak di kisaran US$ 410 per ton. Sebagai catatan, harga batu bara tidak pernah meninggalkan level US$ 400 per ton sejak 12 Agustus 2022.