BeritaPerbankan – Program penjaminan polis asuransi yang akan diamanatkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didukung oleh pengamat asuransi sekaligus akademisi Kapler Marpaung.
Perluasan tugas dan wewenang LPS menjamin polis asuransi tertuang dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan, yang akan dibahas dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI pada tahun 2023.
Kapler mengatakan pembentukan lembaga penjamin polis (LPP) sendiri sudah diamanatkan dalam Undang Undang No 40/2014 tentang Perasuransian.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut semestinya lembaga penjamin polis sudah terbentuk tiga tahun sejak UU No 40 2014 disahkan, hingga saat ini belum terwujud.
Hingga akhirnya anggota dewan sepakat menunjuk LPS untuk menjalankan program penjaminan dan perlindungan polis asuransi masyarakat.
Dalam pasal 50 UU No 40 Tahun 2014 tentang Asuransi disebutkan bahwa perusahaan asuransi wajib menjadi peserta program penjaminan
Dosen Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada itu mendukung LPS menjalankan tugas penjaminan polis sebagai bagian upaya perlindungan terhadap konsumen.
“Saya sangat setuju agar LPS ikut menjamin polis asuransi yang menjadi bagian dari perlindungan konsumen. LPS ikut menjamin polis asuransi juga telah diperkenankan berdasarkan peraturan perundangan yang ada,” ujarnya, Jumat (30/9).
Pengamat asuransi Dedi Kristiyanto juga mengatakan hal serupa. Dedi setuju atas usulan DPR menunjuk LPS sebagai lembaga penjamin polis.
Dedi optimis dengan kehadiran LPS menjamin polis asuransi akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang terus menurun akibat sejumlah permasalahan yang menyelimuti perasuransian di tanah air.
Namun Dedi memiliki sejumlah catatan untuk LPS sebelum RUU PPSK disahkan. Pertama, LPS sebagai lembaga penjamin polis harus memahami dengan baik tentang isi dan ketentuan polis setiap perusahaan asuransi.
Kedua, menghitung dan menentukan besaran polis yang dijamin LPS, yang dapat ditentukan dari persenan uang yang ditanggung masing-masing polis.
Ketiga, LPS harus menentukan produk-produk asuransi mana saja yang masuk kriteria program penjaminan.
Keempat, LPS harus mampu membuat regulasi dan solusi atas kasus klaim polis yang ditolak, yang selama ini terjadi di industri asuransi.
Kelima, sanksi tegas bagi perusahaan asuransi yang tidak mampu mengelola risiko sehingga terjadi permasalahan yang merugikan para pemegang polis.
Yang tak kalah pentingnya menurut Dedi adalah sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dalam memahami pengelolaan asuransi dan risiko dengan baik, harus dimiliki oleh Lembaga Penjamin polis.
Sebelumnya DPR sepakat mengusulkan LPS menjalankan tugas menjamin dan melindungi polis asuransi masyarakat. Usulan itu tertuang dalam pasal tambahan yaitu pasal 3A UU Nomor 24/2004 tentang LPS.
Dengan demikian tugas LPS bertambah menjadi lembaga yang menjamin simpanan nasabah perbankan, turut menjaga stabilitas sistem keuangan, melakukan resolusi bank serta menjamin dan melindungi polis asuransi.
“LPS bertujuan menjamin dan melindungi dana masyarakat yang ditempatkan pada bank dan perusahaan perasuransian,” bunyi RUU PPSK, dikutip Rabu (28/9).