BeritaPerbankan – Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang disahkan pada 12 Januari 2023 memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek pengelolaan sektor keuangan di Indonesia. Salah satu lembaga yang terkena dampak langsung dari implementasi UU ini adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
UU P2SK diciptakan dengan tujuan untuk memperkuat sektor keuangan nasional dalam menghadapi tantangan global dan domestik. Regulasi ini mencakup berbagai aspek, termasuk pengelolaan risiko, penguatan peran lembaga-lembaga pengawas, dan upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan. Mandat LPS tidak lagi terbatas pada penjaminan simpanan perbankan, melainkan meluas hingga ke sektor asuransi, yang dianggap sebagai salah satu pilar penting dalam sistem keuangan.
Berdasarkan mandat UU P2SK, LPS ditunjuk sebagai lembaga yang menjamin polis asuransi, yang dijadwalkan mulai berlaku pada Januari 2028, atau lima tahun sejak UU P2SK disahkan. Program penjaminan polis asuransi saat ini sedang dalam proses persiapan, mulai dari regulasi yang akan mengatur tata cara penjaminan polis, jenis polis yang dijamin, besaran premi dan lain sebagainya.
Dengan adanya UU P2SK, LPS kini bertanggung jawab untuk menjamin polis asuransi yang memenuhi syarat tertentu. Peran ini sebelumnya tidak ada dalam lingkup kewenangan LPS. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih luas kepada masyarakat, terutama nasabah asuransi, yang selama ini merasa kurang terlindungi dalam kasus kegagalan perusahaan asuransi.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa tahun 2024 ini LPS akan fokus menyusun desain organisasi, tata kelola, serta kewajiban PPP. Pada 2025, LPS akan melanjutkan dengan persiapan infrastruktur dan penyempurnaan sumber daya manusia (SDM), sementara pada 2026 hingga 2027, seluruh tahapan persiapan akan diselesaikan, diikuti dengan evaluasi. Pada 2028, PPP diharapkan sudah dapat diimplementasikan sepenuhnya.
Purbaya juga menyampaikan bahwa LPS akan siap menjalankan PPP sesuai jadwal, dan jika diperlukan, implementasi dapat dipercepat tanpa kendala. Ia menambahkan bahwa kehadiran LPS sebagai penjamin polis asuransi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi di Indonesia.
LPS menilai program penjaminan polis asuransi sangat penting mengingat industri asuransi merupakan sektor yang terus berkembang pesat, namun sekaligus berisiko. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa kasus perusahaan asuransi yang gagal memenuhi kewajibannya kepada nasabah, menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat.
Dengan mandat baru ini, LPS akan berperan dalam menjamin sebagian kewajiban dari perusahaan asuransi yang mengalami masalah likuiditas atau bahkan kebangkrutan. Mekanisme penjaminan ini memberikan rasa aman bagi para pemegang polis bahwa mereka tidak akan kehilangan seluruh investasinya jika perusahaan asuransi mengalami kesulitan.
LPS akan menerapkan sistem penjaminan yang serupa dengan skema penjaminan simpanan di sektor perbankan. Polis asuransi yang dijamin oleh LPS memiliki batas tertentu, sesuai dengan ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS. Batas ini dirancang untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan meminimalkan risiko moral hazard.
Penjaminan polis asuransi ini juga tidak bersifat universal. Hanya perusahaan asuransi yang terdaftar dan memenuhi persyaratan tertentu yang akan diikutsertakan dalam program ini. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hanya perusahaan asuransi yang sehat secara keuangan yang dapat menawarkan produk yang dijamin oleh LPS, sehingga meminimalkan risiko bagi lembaga itu sendiri dan masyarakat secara umum.
Dalam pelaksanaan penjaminan polis asuransi ini, LPS akan bekerja sama dengan OJK yang berperan sebagai regulator dan pengawas sektor jasa keuangan. OJK akan terus melakukan pengawasan terhadap kondisi keuangan perusahaan asuransi dan memberikan rekomendasi kepada LPS jika ditemukan masalah pada perusahaan tertentu. Kolaborasi ini sangat penting untuk menjaga stabilitas industri asuransi dan memberikan perlindungan yang optimal bagi nasabah.
Selain itu, OJK juga bertanggung jawab dalam memastikan perusahaan asuransi yang ikut dalam program penjaminan ini memenuhi persyaratan yang ditetapkan, baik dari segi likuiditas, manajemen risiko, maupun tata kelola perusahaan. Ini bertujuan untuk meminimalisir risiko kegagalan perusahaan asuransi yang dapat merugikan nasabah dan menambah beban bagi LPS.
Meski demikian, perluasan mandat LPS ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah kesiapan LPS dalam menghadapi kompleksitas industri asuransi. Berbeda dengan sektor perbankan yang relatif lebih terstruktur dan seragam, industri asuransi memiliki beragam jenis produk yang kompleks, mulai dari asuransi jiwa, asuransi umum, hingga produk-produk investasi berbasis asuransi. LPS perlu mengembangkan mekanisme khusus untuk menilai risiko dari berbagai jenis produk ini agar penjaminan yang dilakukan dapat berjalan efektif.
Selain itu, terdapat pula tantangan dalam hal sosialisasi kepada masyarakat. Banyak nasabah asuransi yang mungkin belum mengetahui bahwa polis mereka kini dijamin oleh LPS. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai skema baru ini.