Berita Perbankan – Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan dijalankan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tahun 2028 mendatang, saat ini masih dalam proses persiapan. Dalam tahap persiapan ini LPS melibatkan lembaga lainnya seperti Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan asosiasi asuransi dalam penyusunan draft terkait penjaminan polis.
Produk Asuransi yang Terkait dengan Investasi (PAYDI) atau unit link disebut-sebut tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan polis. LPS, yang ditugaskan UU P2SK untuk melaksanakan program tersebut, mengakui bahwa mereka mengusulkan agar unit link dikecualikan.
Meskipun demikian, Dimas Yuliharto, Sekretaris LPS, menjelaskan bahwa pihaknya masih menantikan kepastian hukum melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang ditandatangani oleh Presiden.
“Untuk yang investasi masih belum, apa mau kami jamin atau enggak seperti unit link. Kami usulkan enggak, tapi kan enggak tau semua di PP,” kata dia.
Dimas menyatakan bahwa LPS masih menantikan pengesahan PP sehingga belum dapat memberikan komentar mengenai peraturan pelaksanaan program penjaminan polis secara lebih rinci. Namun LPS memastikan seluruh rangkaian persiapan program penjaminan polis terus dilakukan dan ditargetkan selesai sebelum tahun 2028.
Dimas menambahkan saat ini LPS telah menunjuk direktur executif yang menangani program penjaminan polis, Djarot Mahendra untuk meningkatkan koordinasi dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait program, salah satunya mengenai PP.
Selain itu, dalam penyusunan draft program penjaminan polis, LPS juga melibatkan asosiasi asuransi untuk memberikan masukan sebagai perwakilan dari industri asuransi atas apa yang dibutuhkan industri terkait dengan penjaminan polis.
“Karena program penjaminan polis ini unik. Kalau program penjamin perbankan, LPS, itu ada di UU LPS. Tapi polis programnya nanti di PP. Kan belum ada nih secara detail programnya seperti apa contohnya preminya, berapa kemudian berapa coverage yang dijamin kemudian polis jenis apa yang dijamin,” paparnya.
Dimas menyatakan bahwa LPS telah menyusun draf terkait dengan penjaminan polis, namun hingga kini masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan. Dalam draf tersebut, disertakan batas tingkat kesehatan, sementara LPS terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dimas memastikan bahwa LPS menjalin kerjasama dengan asosiasi yang mewakili industri terkait dalam menyusun draf tersebut. Selain itu, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terlibat dalam proses tersebut.
Di sisi lain, LPS juga telah memberikan pelatihan khusus bagi sumber daya manusia (SDM) yang akan menjalankan program penjaminan polis. LPS diketahui telah mengirimkan perwakilannya untuk belajar tentang praktik penjaminan polis di negara-negara yang sudah lebih dulu menerapkan program ini seperti Kanada, Jepang dan Korea Selatan.
Dimas Yuliharto menyatakan bahwa dengan adanya penjaminan polis, pemegang polis tidak perlu khawatir mengenai klaim, bahkan jika perusahaan asuransi kehilangan izinnya. LPS akan membayar klaim sesuai dengan cakupan yang telah ditetapkan, mulai Januari 2028.
Tidak hanya itu, jika dalam suatu kasus nasabah telah membayar premi polis selama satu tahun ke depan, namun ternyata izin perusahaan asuransi dicabut hanya setelah tiga bulan, Dimas menjelaskan bahwa LPS memiliki kewenangan untuk mentransfer polis nasabah tersebut ke perusahaan asuransi lain. Langkah ini diambil untuk memastikan kelangsungan bisnis asuransi tanpa terputus.
Dimas menambahkan bahwa program penjaminan polis bukan hanya merupakan inisiatif untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap asuransi, tetapi juga sebagai upaya Pemerintah untuk mendorong lebih banyak penduduk Indonesia agar memiliki polis asuransi.
“Jadi begitu lah upaya pemerintah untuk meningkatkan nasabah asuransi dengan menjamin polis, bukan menjamin asuransi. Jadi nanti 2028 akan banyak orang yang berasuransi,” katanya.