BeritaPerbankan – Berdasarkan Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), salah satu tugas utama LPS adalah merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan untuk menyelesaikan Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik, serta menangani Bank Gagal yang berdampak sistemik.
LPS diberi wewenang untuk melakukan resolusi terhadap Bank Gagal melalui Penyertaan Modal Sementara dan Likuidasi. Kewenangan ini diperluas melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, dengan menambahkan opsi resolusi baru yaitu Purchase and Assumption dan Bridge Bank.
Purchase and Assumption
Menurut Pasal 23 Jo Pasal 22 ayat (1) huruf a Jo Pasal 31 UU PPKSK, dalam rangka pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank kepada Bank Penerima, LPS menetapkan kriteria aset dan kewajiban yang dapat dialihkan. Kriteria aset yang dapat dialihkan, yang disebut “Good Asset”, baik untuk bank sistemik maupun non-sistemik.
Untuk bank sistemik, seluruh simpanan termasuk Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dari Bank Asal dapat dialihkan kepada Bank Penerima. Sedangkan untuk bank non-sistemik, simpanan yang dapat dialihkan adalah simpanan yang dijamin oleh LPS. Bank Penerima adalah bank yang beroperasi normal dan terdaftar di OJK.
Bridge Bank
Berdasarkan UU PPKSK, Bridge Bank adalah metode resolusi bank dengan mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban dari bank asal ke Bank Perantara. Bank Perantara adalah bank umum yang didirikan oleh LPS untuk menerima pengalihan aset dan kewajiban tersebut. Bank ini akan menjalankan kegiatan usaha perbankan dan selanjutnya dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
Menurut Pasal 23 Jo Pasal 22 ayat (1) huruf b Jo Pasal 31 UU PPKSK, LPS menetapkan kriteria aset dan kewajiban yang dapat dialihkan. Untuk bank sistemik, kriteria simpanan yang dapat dialihkan termasuk seluruh simpanan dan PUAB dari Bank Asal. Sedangkan untuk bank non-sistemik, hanya simpanan yang dijamin oleh LPS yang dapat dialihkan. Aset dan kewajiban yang tidak memenuhi kriteria akan diselesaikan melalui mekanisme likuidasi.
Setelah menerima pengalihan, Bank Perantara akan menjalankan aktivitas perbankan. Berdasarkan Pasal 26 UU PPKSK, LPS harus segera menjual Bank Perantara atau mengalihkan seluruh aset dan kewajiban Bank Perantara kepada pihak lain secara terbuka dan transparan.
Penyertaan Modal Sementara
Opsi resolusi lainnya yang dimiliki LPS adalah Penyertaan Modal Sementara, baik untuk bank sistemik maupun non-sistemik. Metode ini diatur dalam Pasal 26 huruf b UU No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam metode ini, LPS akan mengambil alih hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham, serta kepemilikan dan kepengurusan bank, untuk selanjutnya dilakukan penyetoran modal.
Untuk bank sistemik, LPS dapat melibatkan pemegang saham lama dalam penyetoran modal (Open Bank Assistance/OBA). Biaya penyelamatan bank yang dikeluarkan oleh LPS akan dihitung sebagai tambahan modal disetor LPS pada bank tersebut. LPS akan melakukan divestasi terhadap bank yang diselamatkan dalam jangka waktu maksimal 6 tahun untuk bank sistemik dan 5 tahun untuk bank non-sistemik, dengan mempertimbangkan pengembalian modal yang optimal.
Likuidasi
Berdasarkan Pasal 43 Jo Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, setelah bank dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LPS akan mengambil alih seluruh hak dan wewenang pemegang saham bank, melakukan tindakan pengamanan aset sebelum proses likuidasi dimulai, membubarkan badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menyatakan bank dalam status likuidasi.
LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi terhadap simpanan nasabah dan membayarkan simpanan yang layak bayar sesuai kriteria 3T (tercatat, tidak melanggar batas bunga penjaminan, dan tidak melanggar ketentuan). Tim likuidasi akan menyelesaikan hak dan kewajiban bank dalam likuidasi, termasuk menjual aset-aset bank untuk mengoptimalkan pengembalian dana penjaminan.
Dengan berbagai strategi dan kewenangan yang dimiliki, LPS berperan penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi dana nasabah melalui penanganan Bank Gagal yang efektif.