Berita Perbankan – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berdiri sejak tahun 2004 sebagai respon atas krisis moneter tahun 1998 yang membuat sejumlah perbankan bangkrut dan nasabah tidak memiliki akses terhadap simpanan mereka, karena pada saat itu belum ada lembaga yang bertugas menjamin simpanan nasabah bank.
Kepercayaan publik terhadap industri perbankan sempat anjlok karena masyarakat khawatir uang mereka tidak akan kembali saat bank dinyatakan gagal bayar. Pemerintah akhirnya membentuk sebuah entitas yaitu Lembaga Penjamin Simpanan yang bertugas menjamin simpanan nasabah bank dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Setahun setelah resmi didirikan, tepatnya tahun 2005, LPS mulai menjalankan program penjaminan simpanan. Perlahan kepercayaan publik terhadap industri perbankan nasional mulai membaik.
LPS memberikan jaminan atas simpanan nasabah hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank, sehingga nasabah merasa lebih aman dan nyaman dalam menyimpan dananya di bank. Jaminan ini membantu mengurangi kecemasan nasabah akan kemungkinan kehilangan dana mereka saat bank ditutup izin usahanya oleh otoritas pengawas.
Dalam menjaga stabilitas perbankan LPS berperan dalam mencegah kebangkrutan bank dengan melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan perbankan. Dengan adanya pengawasan ini, LPS dapat mendeteksi lebih dini potensi masalah yang dapat mempengaruhi stabilitas bank dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan.
Selain itu, LPS juga berperan dalam pemulihan dan restrukturisasi bank yang mengalami masalah. Dengan bantuan LPS, bank yang mengalami kesulitan dapat diberikan arahan dan dukungan untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan cakupan penjaminan LPS per April 2023 di bank umum mencapai 99,94 persen atau setara dengan 511.326.251 rekening.
“Cakupan penjaminan simpanan oleh LPS berada pada level yang tetap memadai,” kata Purbaya saat pengumuman Tingkat Bunga Penjaminan di Jakarta.
Sementara itu, dilihat dari sisi nominal simpanan, jumlah simpanan yang dijamin LPS di bank umum sebesar Rp 3.834,78 triliun atau setara dengan 47,60 persen.
“Cakupan penjaminan simpanan oleh LPS berada pada level yang tetap memadai,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers yang dipantau secara virtual di Jakarta, Jumat.
Selanjutnya cakupan penjaminan LPS pada Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah, tercatat sebanyak 99,98 persen atau sekitar 15.091.776 rekening. Dalam nilai nominal, simpanan mencapai 94,82 persen dari total simpanan atau setara dengan Rp141,8 triliun.
Purbaya menyatakan bahwa angka cakupan simpanan perbankan tersebut melebihi ketentuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang LPS, yang menetapkan bahwa nilai cakupan simpanan harus minimal 90 persen.
Nilai tersebut juga melebihi rata-rata dari negara-negara anggota International Association of Deposit Insurers (IADI) yang berada di kisaran 80 persen.
Terbaru, LPS mengumumkan tingkat bunga penjaminan (TBP) untuk periode 1 Juni hingga 30 September 2023 tidak mengalami kenaikan yaitu tetap berada di level 4,25 persen untuk simpanan rupiah di bank umum, 2,25 persen simpanan dalam mata uang asing dan 6,75 persen untuk simpanan rupiah di BPR/BPRS.
Purbaya meminta masyarakat mematuhi syarat 3T untuk mendapatkan penjaminan LPS, yaitu simpanan tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan melebihi tingkat bunga penjaminan dan tidak menyebabkan bank merugi seperti kredit macet atau tindakan pidana lainnya.
Ketika sebuah bank mengalami kegagalan atau likuidasi, nasabah yang memiliki simpanan di bank tersebut dapat mengajukan klaim penjaminan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Klaim penjaminan LPS merupakan proses yang memungkinkan nasabah untuk mendapatkan penggantian atas dana yang hilang atau tidak dapat diakses sebagai akibat kegagalan bank.