BeritaPerbankan – Pasca berlakunya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mulai 12 Januari 2023, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) gencar melakukan sosialisasi terkait perubahan mandat LPS yang diatur oleh UU P2SK. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan para pemangku kepentingan mengenai peran strategis LPS dalam menjaga stabilitas keuangan nasional.
UU P2SK merupakan bagian dari langkah reformasi sektor keuangan Indonesia. Beberapa poin yang diatur dalam UU P2SK meliputi: penguatan perlindungan bagi konsumen dan investor, memperkuat lembaga pengawas sektor keuangan, meningkatkan koordinasi antar otoritas terkait, mengatur industri jasa keuangan, serta mengatur inovasi teknologi keuangan (fintech).
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa LPS kini memiliki wewenang untuk melakukan intervensi dini jika terjadi gangguan pada stabilitas sistem keuangan. LPS tidak hanya memperkuat fungsi utamanya sebagai penjamin simpanan, tetapi juga mendapatkan wewenang tambahan sebagai “risk minimizer” atau pencegah risiko.
Direktur Eksekutif Hukum LPS, Ary Zulfikar, menjelaskan bahwa penambahan wewenang ini memungkinkan LPS untuk bergerak lebih cepat dalam menangani masalah yang muncul di sektor perbankan, sehingga potensi kerugian yang lebih besar dapat dihindari untuk mencegah dampak lebih luas dari krisis perbankan.
“Langkah ini diambil agar permasalahan perbankan dapat diselesaikan sedini mungkin dan tidak menyebar lebih jauh yang dapat mengganggu stabilitas keuangan,” ujar Ary.
Selain itu, perubahan signifikan peran dan fungsi LPS pasca UU P2SK adalah pemberian mandat baru kepada LPS sebagai penjamin polis asuransi, yang akan mulai dilaksanakan pada tahun 2028. Program ini dirancang untuk memberikan perlindungan kepada nasabah di sektor asuransi, memperluas peran LPS yang selama ini fokus pada jaminan simpanan nasabah perbankan.
Saat ini, LPS bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan sedang menyusun regulasi yang diperlukan dalam pelaksanaan program penjaminan polis tersebut, guna memastikan perlindungan yang maksimal bagi nasabah asuransi, terutama dalam situasi di mana perusahaan asuransi mengalami kegagalan keuangan.
“Program ini akan memastikan bahwa nasabah asuransi terlindungi dari potensi kerugian, terutama jika terjadi masalah pada perusahaan asuransi tempat mereka menaruh kepercayaan,” jelas Ary.
LPS optimis program penjaminan simpanan nasabah perbankan dan asuransi dapat memberikan kepastian lebih bagi masyarakat terkait dengan keamanan dana mereka, sekaligus meningkatkan kepercayaan terhadap industri keuangan secara umum. LPS telah menjamin dana simpanan nasabah perbankan sejak tahun 2005, sementara jaminan polis asuransi baru akan dilaksanakan pada Januari 2028 mendatang.
Di tahun 2024, LPS telah menerima hampir 14 bank yang diserahkan oleh OJK akibat mengalami masalah keuangan. Dari jumlah tersebut, sekitar 90% di antaranya diduga terlibat dalam tindak pidana perbankan. Hal ini mencakup pengelolaan yang tidak prudent oleh pemegang saham atau pengurus bank, serta pemanfaatan dana nasabah secara tidak semestinya.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penjaminan simpanan, LPS berkomitmen untuk memastikan bahwa dana nasabah tetap aman, selama memenuhi kriteria penjaminan yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut mencakup prinsip 3T, yaitu dana harus tercatat, tidak melebihi batas suku bunga penjaminan, dan nasabah tidak terlibat dalam tindak pidana.
“Dalam kasus bank bermasalah yang melibatkan tindak pidana, kami tetap menjamin dana nasabah selama mereka memenuhi kriteria 3T. Ini merupakan bagian dari upaya kami untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan,” tegas Ary.