Berita Perbankan – Presiden Joko Widodo, pada 16 Juni 2023, telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2023 yang mewajibkan seluruh perbankan di Indonesia untuk membayar premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai tahun 2025 mendatang.
Tujuan dari aturan ini adalah untuk memperkuat stabilitas sektor perbankan dan melindungi kepentingan nasabah. Dalam pelaksanaannya, bank-bank di Indonesia diharuskan memberikan kontribusi finansial melalui pembayaran premi kepada LPS.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik peraturan baru tersebut. Kewajiban bank membayar premi PRP kepada LPS dinilai dapat mendorong pelaksanaan restrukturisasi perbankan yang lebih efektif serta meminimalisir risiko yang mungkin ditimbulkan dari bank-bank yang bermasalah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan program restrukturisasi perbankan bertujuan untuk menangani permasalahan bank yang dapat membahayakan perekonomian negara. Dengan adanya premi PRP yang wajib disetorkan perbankan, restrukturisasi perbankan akan dibiayai oleh industri perbankan itu sendiri tanpa membebani masyarakat dan negara.
Dian menambahkan program restrukturisasi perbankan merupakan langkah antisipasi yang baik untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk yang dapat menimpa industri perbankan di tanah air.
OJK tak menampik jika premi PRP pada dasarnya menjadi beban perbankan, namun dengan kondisi profitabilitas perbankan yang relatif besar, besaran premi tersebut tidak akan memberatkan perbankan.
“Dengan memperkembangkan kinerja perbankan yang saat ini juga yang sangat solid dan baik, tentu ini adalah salah satu prinsip best practice bahwa persiapan untuk menghadapi hal-hal yang buruk itu memang harus dilakukan pada saat-saat kita sedang betul-betul well performed. Sehingga tidak menambah beban yang signifikan kepada industri perbankan,” ujarnya.
Dian menambahkan pembayaran premi PRP di saat industri perbankan sedang dalam kondisi prima adalah langkah yang tepat sehingga tidak akan membebani keuangan perbankan.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa memastikan besaran premi PRP yang dibebankan kepada bank nilainya jauh lebih rendah dibandingkan profit yang didapatkan perbankan. Selain itu LPS juga sudah memperhitungkan dengan cermat besaran premi PRP agar tidak mengganggu keuangan industri perbankan.
Purbaya memperkirakan pendapatan premi PRP setiap tahunnya mencapai Rp 1 triliun. Pemerintah menargetkan pendapatan dari premi PRP dalam 40 tahun ke depan bisa setara dengan 2 persen dari PDB tahun 2022.
Dalam penjelasannya, Purbaya mengatakan program restrukturisasi perbankan yang sebelumnya dibantu oleh pemerintah dalam bentuk bailout, mulai tahun 2025 penanganan masalah yang terjadi di sektor perbankan atau upaya penyehatan bank akibat krisis keuangan akan dibiayai sendiri oleh industri perbankan.
LPS memperkirakan dampak dari pemberlakukan premi PRP ini perbankan mungkin akan melakukan penyesuaian suku bunga meskipun tidak akan terlalu signifikan. Bagi bank dengan profitabilitas yang tinggi, seharusnya tidak perlu menaikkan suku bunga karena margin masih lebar.
Restrukturisasi perbankan bertujuan untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan perbankan, terutama saat menghadapi krisis keuangan. Dengan begitu pemerintah dapat meminimalisir potensi jatuhnya bank seperti pada krisis moneter tahun 1998.
Kondisi industri perbankan yang sehat akan mengurangi risiko terjadinya gagal bayar yang merugikan nasabah. Keuangan perbankan yang sehat dapat meningkatkan kepercayaan nasabah untuk menyimpan uang mereka di bank.
Dalam memberikan perlindungan terhadap dana nasabah bank, LPS hadir menjamin simpanan nasabah dalam program penjaminan simpanan yang sudah berjalan sejak tahun 2005.
Untuk memperoleh jaminan tersebut simpanan nasabah wajib memenuhi syarat 3T yaitu tercatat di sistem pembukuan bank, tidak menerima bunga simpanan atau cashback melebihi tingkat bunga penjaminan (TBP) dan tidak membuat bank merugi seperti kasus kredit macet.
Nilai penjaminan yang diberikan LPS saat ini mencapai Rp 2 miliar per nasabah per bank, yang akan diberikan kepada nasabah bank yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi LPS.