BeritaPerbankan – Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali menunjukkan tren positif yang semakin kuat pasca pandemi Covid-19. Pada kuartal II tahun 2024, Bali dan Nusa Tenggara mencatatkan angka pertumbuhan sebesar 6,84% secara year-on-year (yoy), melampaui angka pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada tingkat 5,05% di periode yang sama. Angka ini menunjukkan bahwa Bali berhasil bangkit dari keterpurukan ekonomi yang sempat terjadi pada tahun 2020, di mana ekonomi Pulau Dewata ini mengalami kontraksi hingga 9,31%.
Namun, Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, menekankan bahwa meski pertumbuhan ekonomi Bali yang kuat ini patut diapresiasi, perhatian juga harus diberikan pada kualitas pertumbuhan tersebut.
Mekeng mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang hanya terfokus pada segelintir sektor industri, tanpa diiringi dengan penyerapan tenaga kerja yang signifikan dan penurunan tingkat kemiskinan, tidak akan memberikan dampak positif yang merata bagi masyarakat Bali.
“Jangan hanya berbahagia karena angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kalau pertumbuhan itu hanya terjadi di beberapa sektor industri karena peningkatan permintaan, tapi banyak masyarakat yang masih menganggur, itu tidak bagus,” tegas Mekeng saat memimpin Rapat Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Badung, Bali, pada 5 Agustus 2024.
Pernyataan Mekeng tersebut menggambarkan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus mampu menciptakan lapangan kerja baru dan menekan angka kemiskinan di Bali, yang merupakan salah satu tujuan utama pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Mekeng juga menyarankan agar Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Provinsi Bali dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas, melalui integrasi kebijakan yang tidak hanya mendorong pertumbuhan tetapi juga memastikan bahwa manfaat pertumbuhan tersebut dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu sektor yang berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi Bali adalah sektor Akomodasi, Makanan, dan Minuman (Akmamin), yang telah pulih dengan cepat seiring kembalinya para wisatawan domestik dan mancanegara. Menurut data dari Bank Indonesia, sektor ini menjadi penyumbang utama dalam pertumbuhan ekonomi Bali, didukung oleh peningkatan tingkat hunian kamar hotel dan pengeluaran wisatawan.
Tidak hanya sektor pariwisata, sektor perbankan juga menunjukkan kinerja yang solid. Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih, dalam rapat tersebut melaporkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di Provinsi Bali per Juni 2024 mencapai Rp165,7 triliun, yang mencakup sekitar 1,9% dari total DPK nasional. Tingginya angka DPK ini menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas perbankan di Bali.
“LPS menjaga kekondusifan dari perbankan sehingga para deposan merasa nyaman menaruh duitnya di sini. Makanya dana pihak ketiganya cukup tinggi di sini. Jadi orang percaya,” ujar Mekeng.
Selain keberhasilan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia di wilayah Bali juga berhasil menjaga inflasi pada level yang aman. Berdasarkan Outlook Ekonomi dan Inflasi Bali 2024, perekonomian Bali tahun 2024 diperkirakan akan tumbuh di kisaran 5,1% hingga 5,9%, dengan inflasi yang tetap terkendali pada kisaran 2,5% ± 1%. Angka inflasi ini menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi berjalan dengan baik, harga-harga barang dan jasa di Bali tetap stabil, yang sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat.
Namun, Mekeng kembali mengingatkan bahwa meskipun angka pertumbuhan dan inflasi menunjukkan hasil yang baik, tantangan ke depan adalah memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Bali benar-benar berkualitas.
“Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus diiringi dengan penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” tambahnya.