BeritaPerbankan – Berdasarkan POJK No 5/POJK.03/2015 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah wajib memiliki modal inti minimum Rp 6 miliar yang harus dipenuhi paling lambat pada 31 Desember 2024 mendatang.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan peraturan tersebut cukup menyulitkan bagi sebagian BPR/BPRS bermodal di bawah Rp 6 miliar. Permasalahan permodalan memang masih menjadi salah satu kendala utama dalam pengembangan BPR/BPRS.
Menurut data Infobank Institute pada Januari 2022 terdapat 501 BPR/BPRS dari 1.467 BPR dan 164 BPRS atau setara 30,7 persen, yang memiliki modal inti di bawah Rp 6 miliar yang harus dicarikan solusinya agar tetap bisa beroperasi melayani nasabah dan memenuhi syarat ketentuan permodalan yang dikeluarkan OJK.
Sejumlah pihak gencar melempar ide BPR/BPRS Go Public untuk mendapatkan pendanaan dari pasar modal dengan melantai di bursa saham atau penawaran umum perdana/ Initial Public Offering (IPO).
Gagasan tersebut didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengatakan melalui IPO industri BPR akan lebih kuat dari sisi pendanaan, profitabilitas dan tata kelola perusahaan (GCG).
“Kami tentu memotivasi BPR/BPRS untuk terus berinovasi dan bertransformasi agar dapat bertumbuh secara berkelanjutan serta selalu menjaga kinerja keuangan. LPS senantiasa hadir untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada industri perbankan, termasuk BPR/BPRS,” kata Didik.
Dukungan penguatan permodalan melalui skema penawaran umum perdana (IPO) juga disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Musthofa. Menurutnya BPR/BPRS harus didukung untuk terus berkembang pesat sebab industri BPR punya peranan penting dalam perekonomian nasional RI.
Menurut Musthofa perlakuan terhadap BPR/BPRS tidak boleh dibedakan dengan bank-bank umum karena BPR juga menjalankan fungsi intermediasi yang baik dan terbukti berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya dalam peran menggerakkan UMKM melalui permodalan bagi pelaku UMKM.
UMKM sebagai ujung tombak penggerak roda perekonomian menjadi perhatian utama BPR/BPRS untuk meningkatkan pelayanan dan menciptakan inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah dan tantangan secara bisnis di tengah transformasi digital yang sudah masuk ke dalam industri perbankan.
Musthofa berjanji akan membawa wacana BPR Go Public ke Panja DPR untuk mendukung gagasan tersebut agar memiliki payung hukum yang kuat dan mempercepat proses IPO BPR/BPRS.
“Kami di Panja DPR siap mendukung penuh langkah-langkah ke arah itu, termasuk usulan amandemen UU Perbankan, UU BI, UU OJK, dan UU LPS,” ujar Musthofa dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
BPR/BPRS berkomitmen terus berupaya mewujudkan program transformasi digital BPR/BPRS. Industri BPR/BPRS dituntut harus lincah bergerak menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi yang berimbas pada perubahan kebutuhan nasabah terhadap produk dan layanan perbankan.
LPS mendukung program transformasi digital BPR/BPRS. Diharapkan industri BPR dapat mengeksplor berbagai peluang untuk mengembangkan BPR/BPRS melalui inovasi produk dan layanan perbankan yang dapat diakses dengan mudah, cepat, murah dan variatif.
Didik mengingatkan industri perbankan untuk senantiasa mengedepankan keamanan data nasabah dalam penerapan teknologi informasi digital. Pastikan perbankan memiliki mitigasi risiko dan keandalan sistem informasi guna mencegah kebocoran data pribadi masyarakat.