BeritaPerbankan – Kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) menjadi perhatian publik karena berdampak pada banyak pihak, termasuk pekerja dalam jumlah besar. Pemerintah pun ikut campur tangan untuk mendukung penyelamatan perusahaan ini.
Pengadilan Niaga Semarang menyatakan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex beserta tiga anak perusahaannya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, resmi dinyatakan pailit setelah gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon sesuai Putusan Homologasi yang dikeluarkan pada 25 Januari 2022 (Nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg).
Sritex mengalami masalah utang dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan keuangan semester I-2024, total liabilitasnya mencapai US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,2 triliun, yang sebagian besar merupakan utang jangka panjang sebesar US$1,47 miliar, sedangkan utang jangka pendeknya mencapai US$131,42 juta. Untuk mengatasi situasi ini, Sritex mengajukan kasasi pada 25 Oktober 2024, dengan tujuan memastikan hak semua pemangku kepentingan tetap terpenuhi.
Pailitnya Sritex mendorong pemerintah mengerahkan empat kementerian, yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja, atas instruksi Presiden Prabowo. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kementerian-kementerian ini akan mengkaji opsi-opsi penyelamatan untuk Sritex.
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) melalui Direktur Jenderal PHI dan Jamsos, Indah Anggoro Putri, meminta Sritex dan anak perusahaannya untuk tidak melakukan PHK hingga putusan hukum final dari Mahkamah Agung. Kemnaker juga meminta agar hak-hak pekerja seperti gaji tetap dibayarkan dan agar manajemen dan serikat pekerja menjaga kondisi yang kondusif sambil mencari solusi bersama.
Sritex dan anak perusahaannya mempekerjakan sekitar 50.000 tenaga kerja, yang berdampak besar pada ekonomi Sukoharjo, Jawa Tengah. Industri tekstil di provinsi ini sendiri menyerap banyak tenaga kerja; data BPS 2020 mencatat 94.732 pekerja di sektor ini atau sekitar 5% dari total tenaga kerja di Jawa Tengah.
Potensi PHK massal di Sritex akan berpengaruh besar pada perekonomian daerah Sukoharjo dan Jawa Tengah, di mana angkatan kerja di kabupaten ini pada 2023 tercatat 499.743 orang, dan 21,07 juta orang di Jawa Tengah.
PHK massal serta masuknya barang impor di industri tekstil dapat mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi. Kontribusi industri tekstil dan pakaian jadi terhadap PDB nasional juga menunjukkan tren penurunan, dari 1,26% pada 2019 menjadi 0,97% pada 2023, meskipun PDB sektor ini secara nominal tetap meningkat.