BeritaPerbankan – Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada November 2024 menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 6,3% secara tahunan (year-on-year/YoY). Angka ini melampaui pertumbuhan pada Oktober 2024 yang tercatat sebesar 6,0% YoY. Meski demikian, pertumbuhan DPK masih tertinggal jika dibandingkan dengan kenaikan kredit yang mencapai 10,1% YoY pada bulan yang sama.
Data ini diungkapkan dalam laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI). Berdasarkan laporan tersebut, penghimpunan DPK hingga November 2024 tercatat sebesar Rp8.534,8 triliun.
“Tumbuh 6,3% YoY, setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,0% YoY,” tulis BI dalam laporan yang diterbitkan pada Senin (23/12/2024).
Berdasarkan golongan nasabah, simpanan korporasi mencatat pertumbuhan yang paling signifikan, dengan kenaikan 15,2% YoY, lebih tinggi dibandingkan Oktober 2024 yang hanya sebesar 12,8% YoY. Di sisi lain, simpanan perorangan justru mengalami kontraksi, menurun 1,1% YoY setelah sebelumnya sempat tumbuh 0,6% YoY pada Oktober.
Jika dilihat dari jenis simpanan, giro mencatat pertumbuhan tertinggi dengan peningkatan 8,4% YoY, melonjak dari 5,5% YoY pada bulan sebelumnya. Tabungan juga mengalami pertumbuhan, meski melambat menjadi 6,6% YoY dari 7,5% YoY pada Oktober 2024. Sementara itu, deposito atau simpanan berjangka tumbuh paling lambat, hanya mencapai 4,3% YoY, turun dari 5,2% YoY pada Oktober.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, menyoroti potensi penurunan tren simpanan masyarakat akibat kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah serta dampak menurunnya daya beli. Menurutnya, penurunan ini kemungkinan akan memengaruhi pertumbuhan simpanan dalam jangka pendek.
“Kita sudah melihat tren tabungan yang cenderung menurun,” ujarnya.
Lebih lanjut, Purbaya juga menyampaikan bahwa tren pertumbuhan DPK perbankan di masa mendatang diperkirakan akan berada di kisaran 6% hingga 7%, meskipun pertumbuhan ini akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian di tahun mendatang.
“Sampai saat ini, dampak dari kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan DPK belum begitu terasa. Namun, dalam jangka pendek, kita bisa melihat hasilnya ketika kebijakan tersebut diimplementasikan secara efektif,” tambahnya.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), Indra Utoyo, menyampaikan pandangannya mengenai tantangan yang dihadapi industri perbankan. Salah satu tantangan utama adalah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%, yang berpotensi memberikan tekanan pada daya beli masyarakat. Tantangan lainnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak, potongan tambahan untuk program Tapera, serta iuran untuk BPJS Kesehatan dan program pensiun tambahan.
Menurut Indra, kebijakan-kebijakan ini berdampak pada segmen ritel perbankan, yang tercermin dari penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK turun dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
“Penurunan ini merupakan indikasi tekanan terhadap daya beli masyarakat, yang pada akhirnya memengaruhi pertumbuhan simpanan di sektor ritel,” jelasnya.
Meski sektor perbankan menghadapi sejumlah tantangan, baik dari kebijakan fiskal maupun daya beli masyarakat, optimisme masih ada bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah yang berjalan akan mampu memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Pemerintah dan bank sentral diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi sehingga pertumbuhan DPK dan kredit tetap berkelanjutan.